Pernahkah Anda mendapat pertanyaan yang sangat sulit dijawab dari anak kecil? Saking sulitnya pertanyaan itu sehingga Anda mengernyitkan dahi? Pasti pernah kan? Anak-anak zaman sekarang memang cukup banyak yang pemikirannya cukup maju. Orangtua kadang dibuat pusing tujuh keliling.
Bagaimana cara Anda merespon pertanyaan seperti itu? Orangtua akan menggunakan semua daya upayanya untuk menjawabnya, atau ada yang hanya menjawab sekenanya saja sehingga menimbulkan keragu-raguan. Wajar saja kalau anak melancarkan pertanyaan bertubi-tubi selanjutnya. Ada orangtua yang malah memarahi anaknya, atau ada yang bilang nanti akan dijawab, kadang berlarut-larut sampai beberapa bulan dan lupa.
Saya punya banyak pengalaman memimpin retret untuk anak-anak dan remaja, dan sesi yang paling ditunggu-tunggu adalah Q & A (question and answer). Saya selalu takjub dengan pertanyaan anak-anak; pertanyaan yang lucu, menarik, kadang bikin saya ngakak terpingkal-pingkal, dan kadang bikin saya harus berputar otak untuk menjawabnya. Kadang saya malah balik bertanya.
Suatu ketika, saya berkesempatan berbagi Dharma di Prasadha Jinarakkhita. Sesi berbagi Dharma selalu diakhiri dengan sesi tanya jawab juga. Tak lama kemudian ada seorang ibu muda mengangkat tangannya, dia bilang, “Bhante apakah saya boleh bertanya sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan topik barusan?” Saya jawab, “Boleh saja.”
Dia bertanya, “Bhante, sebenarnya pertanyaan ini bukan pertanyaan saya, tapi ini pertanyaan anak saya. Anak saya bilang, di sekolah minggu dia diajarkan tentang menghindari pembunuhan. Lalu anak saya bilang, kalau mandi berarti kita membunuh kuman-kuman, jadi harus bagaimana?”
Saya spontan bilang, “Wah, ini pertanyaan bagus, tapi saya belum punya ide untuk menjawabnya. Apakah dari audiens ada yang bisa membantu? Saya guyon bilang, ‘Ask the audiens’, boleh kan? Jadi saya bisa istirahat sejenak sambil merenung.” Para audiens pun tertawa lepas.
Saya sadar bahwa pertanyaan seperti itu bisa langsung saya jawab, tapi ketika harus memberi jawaban kepada anak-anak, maka perlu dipikirkan terlebih dahulu. Jawaban untuk anak-anak dan orang dewasa tampaknya tidak bisa dipukul rata. Jawaban teoritis tidak akan membantu, justru perlu menggunakan bahasa anak-anak agar mereka bisa mengerti.
Hening sejenak meliputi ruangan, lalu ada seorang bapak-bapak yang angkat tangan. Dia bilang mau bantu menjawab, “Bhante, kalau saya akan menjelaskan tentang apa itu makhluk hidup menurut Buddhis dan biologi.” Kemudian ada seorang ibu-ibu mencoba membantu, dia bilang, ”Faktor kehendak atau niat dalam perbuatan, karena kuman-kuman itu tidak kelihatan, jadi pembunuhan yang tidak disengaja. Jadi ini pembunuhan yang tidak komplit, sehingga karma buruk juga tidak seberat sebagaimana adanya.”
Saya tiba-tiba ada ide baru untuk menjawab, “Barusan mendengar beberapa ide dari audiens, saya punya ide baru. Tampaknya kita boleh jelaskan kepada anak tentang tidak ada niat dalam membunuh, karena kita ingin membersihkan tubuh. Daripada badan gatal-gatal, benar kan? Ketika mandi seharusnya kita menyiram badan dengan air, seharusnya kuman-kuman itu akan terbawa oleh air turun ke bawah. Mungkin saja ada yang masih hidup atau juga ada yang mati. Jika yang masih hidup maka bersyukur, kalau seandainya ada yang mati maka kita boleh mendoakan kuman-kuman itu bisa terlahir ke alam yang lebih baik.”
Ibu yang bertanya itu tampaknya sudah mulai angguk-angguk menyatakan persetujuannya. Semoga jawaban barusan bisa sedikit membantu. Memang tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Saya berharap di kesempatan lain bisa ada jawaban yang lebih baik lagi, maksudnya semoga ada kesempatan untuk meng-update jawaban tadi. Saya sangat berterima kasih kepada beberapa audiens yang sudah ikut urun pendapat, kemudian saya menggabungkan ide mereka dengan ide saya sendiri.
Menjadi seorang anggota sanggha monastik bukan berarti kita tahu segalanya. Saya berguyon bilang, saya tidak punya anak, jadi jarang mendapat pertanyaan-pertanyaan aneh seperti itu. Namun pengalaman membimbing retret anak dan remaja juga banyak membantu saya lebih mengerti dunia anak-anak. Walaupun mereka bukan anak kandung saya, tapi saya melihat mereka adalah anak-anak Buddha, anak-anak masa depan. Mereka adalah generasi penerus Buddha yang perlu dibantu, dibimbing, dan mewariskan pengertian dan pelaksanaan Dharma kepada mereka.
Di luar sana barangkali masih banyak pertanyaan dari anak-anak yang sangat bagus dan bermutu. Jangan meremehkan pertanyaan mereka. Para orangtua perlu membentuk forum kebersamaan agar bisa saling berbagi dan bertukar pikiran. Mendidik anak pada zaman sekarang ini sudah sangatlah berbeda. Nuansa pemikiran anak zaman sekarang sudah bergeser jauh, tingkat kesulitan mendidik anak juga semakin sulit.
Orangtua kadang putus asa menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari anaknya yang masih berusia relatif kecil. Jika tidak tahu, maka tidak perlu minder dan juga jangan sok tahu. Kalau memang tidak tahu, maka berani menjawab tidak tahu, tapi nanti akan coba dicaritahu jawabannya, sehingga orangtua tidak menyesatkan anaknya sendiri. Sebagai anggota sanggha monastik juga demikian, jika tidak tahu maka jawablah tidak tahu. Jangan mencoba asbun (asal bunyi) atau sok tahu, bukannya membantu malahan menyesatkan.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara