Foto: Ana Surahman dan Maskur
Krecek Mindfulness Weekend Retreat yang diselenggarakan oleh Dusun Krecek bekerja sama dengan Bodhicitta Institut pada Jumat–Minggu (24–26/10) berlangsung penuh kehangatan dan makna. Selama tiga hari, para peserta diajak memperlambat langkah, menenangkan pikiran, serta kembali terhubung dengan diri dan alam melalui rangkaian aktivitas mindfulness yang lembut dan mendalam.
Retreat ini difasilitasi oleh Aria Widyanto, Founder Bodhicitta Institut, bersama pembimbing meditasi Moh. Zaim, alumni Biara Buddha Plum Village. Keduanya memandu peserta menumbuhkan kesadaran melalui latihan-latihan sederhana—mulai dari duduk hening hingga menyadari napas dan langkah. Kehadiran Bhiksuni Ervinna Myoufu dalam sesi sound healing serta workshop Points of You (Visual Therapy) oleh praktisi Sondang P. Rumapea melengkapi pengalaman retret dengan sentuhan refleksi dan relaksasi yang menyeluruh.
Namun, salah satu bagian paling istimewa dari retreat ini adalah kesan yang dibawa pulang oleh para peserta. Cerita mereka menunjukkan bahwa praktik mindfulness tidak berhenti di Krecek, tetapi menjadi benih yang tumbuh di dalam kehidupan sehari-hari.
“Bekal untuk terus bergerak dan berjeda” – Theresia Iswarini
Bagi Theresia Iswarini, retreat ini menjadi jeda penting di tengah rutinitas dalam membantu para korban bencana.
“Setidaknya saya sudah punya bekal yang lebih kuat agar bisa terus bergerak dan berjeda, mengatur stamina fisik dan mental,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada para fasilitator dan panitia yang membuat pengalaman pertamanya mengikuti retreat menjadi menyenangkan dan penuh kehangatan.
“Semoga Desa Krecek tetap menjadi desa yang damai dan menjadi rumah bagi banyak orang yang terus mencari,” tambahnya.
“Seperti pulang ke rumah diri” – Yulyana
Yulyana menggambarkan pengalaman retreatnya dengan bahasa yang puitis dan penuh penghayatan. Baginya, Krecek adalah ruang untuk kembali pulang ke diri sendiri.
“Denting lonceng memanggil kami untuk mengetuk lebih dalam ke dalam diri. Energi Ibu Bumi seolah masuk ke raga kami.”
Ia merasakan bahwa setiap langkah, napas, dan aktivitas dilakukan dengan kesadaran penuh yang membangkitkan rasa rindu pada kedamaian sejati.
“Kebahagiaan yang kami cari ternyata begitu dekatnya… betapa rindunya jiwa kami pulang ke rumah diri yang hakiki,” tulisnya.

Dengan penuh syukur ia menutup kesannya:
“Terima kasih guru dan saudara-saudaraku di Dusun Krecek, kalian membuka pintu rumah dan memeluk kami dengan kehangatan.”
“Belajar melepaskan sesuatu” – Debbi Suryawan
Debbi Suryawan merasakan bahwa retreat ini bukan tentang menambah sesuatu, melainkan belajar melepas.
“Perjalanan ini tidak membuat saya mendapatkan sesuatu, tetapi justru membuat saya belajar melepaskan sesuatu.”
Ia berharap proses ini membawa manfaat bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga bagi warga Dusun Krecek.
“Retreat yang membuka mata” – Astri
Astri datang dengan tujuan sederhana: mencari ketenangan dari stres pekerjaan. Namun yang ia temukan jauh melampaui itu.
“Saya belajar hadir sepenuhnya di setiap napas. Seperti menemukan rumah di dalam diri.”
Sebagai peserta yang belum pernah bermeditasi sebelumnya, Astri awalnya merasa khawatir. Namun dukungan para fasilitator membuatnya nyaman menjalani proses.
“Saya mulai merasakan keheningan batin yang lembut. Pengalaman ini sangat berharga.”
Ia kini bertekad melanjutkan praktik mindfulness setiap hari dan merasakan dampaknya dalam pekerjaan:
“Saya lebih fokus, lebih sabar, dan lebih bisa mengelola emosi.”
Retreat mindfulness di Dusun Krecek tahun ini tidak hanya menghadirkan keheningan dan keasrian alam sebagai ruang latihan, tetapi juga membuka pintu bagi peserta untuk menyelami diri, menemukan kedamaian, serta membawa pulang kesadaran baru. Kisah-kisah mereka menjadi bukti bahwa mindfulness bukan sekadar praktik, melainkan perjalanan pulang menuju kesejatian diri.







































































































































