• Monday, 14 August 2017
  • Tung Wai Chee
  • 0

Ada sebuah buku yang berada di dalam diri, buku tersebut berjudul, “Aku” ~ Pepatah.

Buku “Aku” menanti dengan sabar untuk kita baca, buku tersebut berada di dalam diri. Buku yang berisi pemahaman diri, ia dapat dibaca melalui meditasi. Buku berjudul “Aku” bukanlah buku sembarangan. Ia antik, berdebu, tebal dan berat. Isinya sangat menarik dan senantiasa berubah mengikuti zaman. Karena membuat kita senantiasa belajar.

Meski demikian, proses pemahaman diri melalui meditasi menuntut kejujuran dan keberanian untuk berjumpa dengan diri secara apa adanya – termasuk ego, segala kekurangan dan kelemahan diri, maupun kenangan pahit.

Mungkin pernah dalam suatu waktu, kita membenci diri sendiri. Kita pernah menangis, menyesali masa lalu kita. Luka lama itu bisa saja kembali menganga. Sebuah lubang hitam yang tak ingin kita jumpai.

Transformasi

Langkah-langkah transformasi diri  ke arah yang lebih baik, memang tak mudah. Bayangkan, seseorang yang dahulunya mudah marah dan sering bermuram durja, kini menjadi pribadi yang lebih tenang, jarang marah-marah dan bertutur kata lembut. Sikapnya indah, sering berderma, tepat janji serta pemaaf. Sejauh manakah kita mengenali diri? Maukah Anda memahami diri dengan lebih baik?

Coba teliti dan kenali diri kita – apakah banyak perubahan dari bangun pagi hingga menjelang tidur. Anda boleh memulai meditasi dengan membaca bahasa apa yang terjadi atas tubuh, kebiasaan dan perilaku empat posisi tubuh: ketika berdiri, berjalan, duduk atau berbaring. Bagaimana Anda berjalan? Lambat, biasa atau cepat?

Apa yang terjadi di dalam batin Anda. Apakah Anda selalu tersenyum, muram atau marah-marah? Jika Anda merasa senang (gembira), tidak perlu terhanyut olehnya. Sebaliknya, jika Anda merasa kurang senang (marah atau sedih), tidak usah berkeras menolaknya. Perhatianlah momen kekinian.

Contohnya, tatkala Anda mulai marah pada anak, jangan ulang kemarahan itu pada anak. Jangan pula marah pada diri sendiri karena darah sudah di ubun-ubun! Sebaliknya, amati rasa marah itu. Berapa lama Anda marah? Bagian badan mana yang terasa panas membara itu? Kepala, leher atau dada?

Mengkaji diri

Mengapa marah? Benarkah itu kerena sikap anak kita? Ataukah kita berpengharapan agar anak bersikap seperti apa yang kita maui? Lama-kelamaan jika Anda tekun, Anda akan menyadari bahwa semua itu bersifat sementara saja – ia merupakan peristiwa alami, rasa itu bukan kita dan juga bukan milik kita.

Anak-anak seperti kita juga. Kadang kala manis tersenyum, tetapi sekali-sekali akan merajuk dan merengek karena alasan yang tak jelas. Semua manusia unik dengan kelebihan dan kekurangannya. Untuk itu, mari belajar untuk memaafkan kekurangan semua orang, termasuk diri kita sendiri.

Apa sih sebenarnya ego itu? Kita semua memilikinya, dan mempertahankannya kuat-kuat, umpama ia khazanah paling penting dan berharga di atas muka bumi. Namun, ego Anda tidak bernilai di mata orang lain. Silakan dijual ego Anda itu ke mana-mana. Saya jamin, tidak akan ada yang membeli ego Anda! Diskon pun tak ada yang mau. Selain Anda, tidak akan ada orang yang suka pada ego Anda itu!

Mengenali diri merupakan harta yang tak terhingga dalam kehidupan di alam samsara ini. Tunggu apa lagi? Segeralah buka buku yang berjudul “Aku” dengan tekun!

*Ditulis khusus untuk BuddhaZine.com. Dikirim dari Malaysia dengan penuh metta.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *