• Monday, 27 September 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Kucha atau Kuche adalah sebuah kerajaan buddhis kuno yang terletak di Jalur Sutra di sisi utara dari gurun Taklamakan. Dalam Bahasa Sansekerta, kerajaan ini disebut Kucina. Sejak dulu kala, Kucha telah menjadi sebuah oasis yang paling padat penduduk di Cekungan Tarim, Asia Tengah. Karena lokasinya yang strategis, Kucha telah menjadi bagian penting bagi ekonomi Jalur Sutra yang menghubungkan daratan Tiongkok dengan Asia Tengah, Asia Selatan, hingga Persia. Mayoritas penduduknya keturunan Indo-eropa yang dikenal sebagai Tocharian.

Sumber sejarah Tiongkok di abad kedua Masehi menyebutkan populasi penduduk di sekitaran wilayah ini memiliki mata biru dan rambut merah. Menurut Kitab Han (yang selesai ditulis tahun 111 Masehi), disebutkan bahwa Kucha adalah kerajaan terbesar dari tiga puluh enam kerajaan di wilayah barat, dengan populasi mencapai 81.317 orang. Kucha menjadi bagian dari Kekaisaran Cina pada 124 Masehi.

Pada abad ke-4 masehi, Kucha menjadi sangat berkuasa dan Makmur. Menurut Jinshu, kerajaan Kucha dikelilingi benteng yang tinggi dengan istana kerajaan yang mewah dan banyaknya stupa dan wihara. Seni budaya berkembang dengan pesat dan naskah-naskah Sansekerta diterjemahkan oleh para biksu Kuchean dan penerjemah Kumarajiva (344-413 Masehi). Kumarajiva sendiri adalah putra dari ayah yang berasal dari Kashmir dan ibu dari Kucha.

Xuanzang juga sempat mengunjungi Kucha dan menggambarkan Kucha dengan cukup detail seperti tanahnya yang cocok untuk menanam padi dan gandum …, mampu memproduksi anggur, delima dan berbagai spesies buah …, tanahnya memiliki kandungan emas dan mineral …., udaranya yang lembut dan para penduduknya yang jujur. Style aksara Kucha mengikuti style India dengan beberapa perbedaan. Terdapat sekitar 100 wihara di kerajaan dengan 5 ribu lebih biksu. Mereka umumnya beraliran Sarvastivada, dengan disiplin monastik seperti di India.

Sebuah style musik yang unik dikembangkan di wilayah ini yang disebut musik Kuchean. Jenis musik ini menjadi sangat populer di sepanjang Jalur Sutra dan populer di Dinasti Tang Tiongkok. Alat musik pipa disebut berasal dari musik Kucha ini. Dari Tiongkok, musik Kucha berkembang di Jepang dan bertransformasi menjadi gagaku, musik kerajaan Jepang.

Agama Buddha diperkenalkan di Kucha sebelum akhir abad pertama masehi. Kucha kemudian menjadi sebuah pusat buddhis pada abad keempat masehi, terutama untuk aliran Sarvastivada dan kemudian berkembang agama Buddha Mahayana selama periode Uighur. Menurut Kitab Kin, pada abad ketiga masehi terdapat hampir seribu stupa dan wihara buddhis di Kucha. Para biksu Kucha pergi ke Tiongkok untuk belajar dan mengajar disana. Digambarkan pula istana Kucha yang
menyerupai wihara buddhis, dengan pahatan-pahatan buddhis.

Salah satu warisan budaya Kucha yang masih dapat kita saksikan saat ini adalah Gua-Gua Kizil yang terletak sekitar 70 km dari Kucha. Kekinian, area kerajaan Kucha terletak di Prefektur Aksu, Propinsi Xinjiang, Tiongkok.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *