Sebagai anak desa, Sutar mempunyai kebiasaan unik. Sejak kecil ia gemar membaca berita di koran. Bahkan saat ia sakit, koran menjadi teman setia Sutar di ranjang pembaringan selain siaran bola, film, dan demo masak.
Kebiasaan membaca berita di koran itulah yang membuat Sutar tertarik untuk menulis. “Dari membaca, kita bisa membedakan mana tulisan yang bagus, dan yang kurang,” kata Sutar dalam beberapa kali kesempatan.
Minatnya untuk menulis, kemudian menekuni dunia jurnalistik semakin membesar setelah mendapat “racun” jurnalisme dari Jo Priastana, waktu kuliah di STAB Nalanda. Diakui oleh Pak Jo, dan kawan-kawan semasa kuliah, Sutar tidak hanya mempunyai keinginan keras untuk menulis dan mendirikan media, dia juga mau melakukan dan tahan terhadap semua prosesnya.
“Sutar itu orang yang mempunyai ide cemerlang, punya wawasan jauh ke depan, dan diam mau tag action. Meskipun dalam perjalanan prosesnya banyak kendala, ia kebingungan, tapi dia tidak menyerah. Dia tahan menjalani proses jatuh bangunnya,” kata Imelda Huang, kakak tingkat Sutar semasa kuliah.
Seperti saat merintis BuddhaZine, menurut cerita Imelda, Sutar memulai tanpa modal. Dia tidak punya uang untuk biaya, juga belum menemukan teman yang bisa diajak kerja keras bersama. “Dia tidak punya uang, bahkan mungkin tidak punya teman yang diajak jalan bersama. Tertatih-tatih sendirian, tapi dia tidak mengeluh, ia jalani itu sendirian.”
“Keteguhan itu menurut saya yang membuat rasa, dan jiwa BuddhaZine sekarang. BuddhaZine memang dibentuk dari jiwa dia (Sutar) yang benar-benar dicurahkan 100% dengan segala jatuh bangunnya. Dia beberapa kali sampai down, kesepian, kadang juga merasa sedih, tapi tidak merasa harus berhenti, tetap harus dikerjakan,” imbuh Imelda.
Dari kamar kos
Sutar membangun BuddhaZine tanpa modal materi. Alat (laptop dan kamera) yang ia gunakan berasal dari pinjaman uang seorang bhikkhu, dan ia harus membayar dengan cara mencicil setiap bulannya. Dengan modal itu, Sutar berhasil mendirikan BuddhaZine dari kamar kosnya di daerah Kartini, Jakarta.
Membangun media berita online seperti BuddhaZine, kalau dilihat dari kacamata sekarang mungkin terlihat sebagai pekerjaan sederhana. Semua orang yang melek teknologi bisa melakukannya. Tapi kalau pekerjaan itu dilakukan 10 tahun lalu, menurut Sutrisno tidak banyak yang bisa melakukannya.
“Beliau (Sutar) adalah seorang agen. Apa yang beliau kerjakan menunjukan satu kemampuan dalam melihat tanda-tanda zaman. Memang pada era tahun 2011 itu website sedang bergeliat. Beliau melihat itu, ia bisa melihat peluang. Sehingga saya bisa mengatakan beliau ini tidak hanya konseptor yang piawai, tapi juga seorang eksekutor,” kata Sutris.
Lebih lanjut, Sutrisno mengatakan yang dilakukan Sutar mengembangkan BuddhaZine dari kamar kos menunjukkan sikap altruisme. “Kalau kita lihat dari kesederhanaan hidupnya, bagaimana dia kembangkan ini (BuddhaZine) dari kos-kosan, saya bisa kasih judul Sutar adalah pahlawan dari kos-kosan. Atau dari kos-kosan mengubah peradaban. Ini menggambarkan satu sikap altruisme, jiwa raganya mungkin tidak diutamakan, tapi kepentingan lebih luas yang ia pikirkan.”
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara