• Tuesday, 23 March 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Selain Raja Ashoka yang terkenal di India, ada pula banyak raja lain yang berpengaruh besar terhadap kejayaan India. Salah satunya Akbar Yang Agung, seorang sultan yang memerintah Kekaisaran Moghul sejak 1556 hingga 1605 Masehi.

Di India sendiri, beliau dianggap sebagai kaisar terhebat diantara raja-raja Moghul karena berhasil menaklukkan wilayah yang luas. Meskipun terus mengobarkan peperangan untuk memperluas wilayahnya, Akbar sendiri dikenal sebagai raja yang adil dan toleran pada wilayah yang menjadi kekuasaannya. Kematian yang terjadi akibat peperangan segera digantikan dengan sistem pemerintahan yang kuat oleh Akbar.

Di sisi lain, Akbar juga turut membantu tumbuhnya sikap pluralisme dan toleransi di kerajaannya. Meskipun seorang muslim, Akbar telah menghidupkan kembali diskusi antar agama untuk menjembatani berbagai rintangan budaya dan agama. Di India sendiri kala itu, mayoritas penduduknya masih beragama Hindu meskipun berada di bawah pemerintahan bangsawan Muslim.

Visinya untuk menjadikan kerajaannya sebagai sebuah komunitas yang majemuk merupakan gagasan yang cukup menantang di masa itu. Meskipun demikian, dia percaya bahwa kebenaran ada di semua agama dan oleh karena itu, dia mendorong kolaborasi antar umat beragama melalui diskusi-diskusi lintas agama, promosi persatuan, dan bahkan pernikahan lintas agama yang dilakukannya. Beberapa ahli berpendapat bahwa kebijakan ini diambilnya untuk mendapat dukungan setia dari para non-muslim.

Pernikahannya dengan Jodha

Salah satu pernikahan lintas agama yang dilakukannya adalah dengan seorang putri kerajaan Hindu bernama Jodha Bai atau dikenal pula dengan sebutan Mariam uz Zamani. Lahir di tahun 1542 sebagai putri Raja Bharmal dari Amber, pernikahannya dengan Akbar sebenarnya merupakan hasil dari konflik antara ayahnya dengan kakak ipar Akbar, Sharif ud din Mirza.

Bharmal yang dilecehkan oleh Sharif menghadap Akbar untuk mediasi dengan catatan memberikan putrinya sebagai istri Akbar. Oleh sebab itu, pernikahannya dengan Akbar bernuansa politis dan menunjukkan status inferior keluarga Raja Bharmal. Di sisi lain, pernikahan ini juga membuktikan manifestasi bahwa Akbar telah memutuskan untuk menjadi raja baik bagi kaum muslim maupun Hindu di India.

Tidak hanya dengan Jodha, Akbar juga menikahi beberapa putri Rajput Hindu lainnya. Akbar tidak mengubah keyakinan para istri Hindunya dan mengizinkan mereka untuk melakukan ritual pemujaan di istana, bahkan pada beberapa kesempatan ikut melaksanakan ritual tersebut. Namun, para istri Hindu ini tidak diperkenankan terlibat dalam politik kerajaan Mughal.

Pada 1569, Akbar mendengar berita bahwa istri Hindu pertamanya – Jodha, akan melahirkan seorang putra. Kelahiran putra yang diberinama Salim mengangkat status Jodha, yang meskipun tetap seorang Hindu, menerima status kehormatan bergelar Mariam uz Zamani. Secara luas, Jodha kemudian dikenal sebagai contoh pernikahan Akbar yang toleran dalam menghadapi perbedaan agama dan etnis di India kala itu.

Reputasi

Akbar mendapatkan reputasi yang baik atas perhatiannya kepada kesejahteraan rakyatnya yang majemuk. Dia mendorong hidup yang sederhana dan suci. Dia juga mereformasi praktik-praktik yang melecehkan dan menekan kaum non-muslim.

Pendekatan Akbar yang melindungi kaum non-muslim, terutama kaum Hindu, meskipun bertujuan politis tetap berpengaruh terhadap persamaan hak dan persatuan rakyatnya kala itu. Contoh reformasi yang dilakukannya adalah dengan menghilangkan pajak jizya (pajak yang harus dibayar oleh kaum non-muslim) pada 1564, dan beberapa hukum anti-Hindu lainnya.

Akbar juga terkenal karena promosinya untuk hidup berdampingan lintas agama. Kebijakannya yang disebut sulh I kull atau toleransi universal terus diterapkannya. Salah satunya dengan mendirikan rumah ibadah (ibadat khana) untuk memfasilitasi dialog lintas agama. Pada awalnya hanya cendekia muslim yang berpartisipasi, namun selanjutnya Akbar mengundang cendekia dari Yahudi, Parsi, Hindu, Buddha, Jain, dan Kristen.

Menariknya, umat Buddha di India kala itu sudah hampir punah. Abul Falz, punggawa Akbar, menyatakan “Untuk waktu yang lama, jarang terdapat jejak dari umat Buddha di Hindustan”. Ketika dia mengunjungi Kashmir pada 1597, dia memang bertemu dengan beberapa orang tua yang menganut agama Buddha, namun dia tidak menemukan cendekia buddhis diantara mereka. Hal ini juga terlihat pada kenyataan bahwa tidak ada biksu yang hadir di tengah-tengah para cendekia yang datang ke ibadat khana di Fatehpur Sikri.

Pada akhirnya, reputasi yang telah dibangun Akbar semasa pemerintahannya terpaksa runtuh secara perlahan akibat penerusnya yang menyimpang dari prinsip-prinsip utama Akbar sehingga menyebabkan kejatuhan kekaisaran Moghul.

Penerus langsungnya, Jahangir/Salim (1569-1627) dan Shah Jahan (1627-1658) yang mendirikan Taj Mahal, masih meneruskan beberapa kebijakan Akbar, tetapi Aurangzeb (1618-1707 dengan masa jabatan 1658-1707) yang terpengaruh oleh fundamentalis muslim, memberlakukan kebijakan diskriminatif dengan menghancurkan patung-patung Hindu, tempat ibadah non-muslim, melarang musik dan sekolah non-muslim, serta memberlakukan kembali pajak jizya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *