• Friday, 4 May 2018
  • Sunyaloka
  • 0

“Kita menginginkan semua makhluk berbahagia, tetapi bagaimana caranya? Bodhicitta adalah jawabannya.”~Dagri Rinpoche

Peziarahan merupakan sebuah peradaban yang telah ribuan tahun ada bersama manusia. Di sana, manusia berusaha menemukan kembali keterhubungannya dengan leluhurnya, baik itu terkait dengan hubungan darah ataupun sebuah ajaran.

Umumnya, peziarahan agama Buddha tidak akan terlepas dari India, karena di sanalah Buddha membabarkan Dharma. Kedua, adalah Indonesia, khususnya Pulau Sumatera (Swarnadwipa-Pulau Emas) dan Pulau Jawa (Jawadwipa-Pulau Beras).

Mengapa di Indonesia, pusat peziarahan hanya di dua pulau tersebut? Sumatera dan Jawa tentu karena pulau besar dan di sanalah pusat peradaban saat itu.

Baca juga: India: Tempat Ziarah dan Toilet Terbesar Dunia

Sehingga apabila Anda sudah berziarah ke India dengan berbagai ragam penjurunya, tetapi belum ke kompleks percandian Muaro Jambi, ataupun Borobudur, peziarahan Anda rasanya masih belum lengkap.

Mungkin Anda sudah pernah mendengar, jika orang Tibet ditanya, “Tempat mana yang ingin Anda ziarahi?” Rata-rata kok kalau tidak Borobudur, ya tempat Atisha mendapatkan ajaran bodhicitta, dan tempat itu adalah Jambi!

Hari Minggu (29/4) kami mendarat di Sultan Thaha, Jambi. Siang itu, matahari sedang terik-teriknya. Setelah menunggu agak sore, kami mulai menuju Candi Kedaton untuk hari pertama, dan hari terakhir kami mengunjungi Bukit Perak, Candi Astano, Candi Tinggi, dan Candi Gumpung.

Kami melewati sebuah pasar, namanya pasar 46. Ternyata ada maknanya apa itu pasar 46, buka jam 4 sore, tutup jam 6 sore. Kemudian kami melewati sungai Batanghari, sungai yang membentang luas di Jambi. Dagri Rinpoche ditemani oleh Venerable Stephen Carlier, Tenzin Tsomo, dan Tenzin Gyaltsen, serta beberapa umat.

Dagri Rinpoche

Dagri Rinpoche adalah seorang reinkarnasi dari Dagri Kyenchen Gyatso Thaye, seorang yogi yang sangat dihormati dan juga seorang cendekiawan.

Berasal dari garis keturunan yang panjang dari reinkarnasi Lama Serlingpa, pemegang ajaran tentang bodhicitta, yang merupakan esensi ajaran Buddha Mahayana.

Lama Serlingpa merupakan seorang guru yang istimewa, penulis dan sumber dari buku, “Lam Rim (Jalan yang bertahap menuju Pencerahan)”, demikian juga ajaran Buddha tentang pelatihan pikiran yaitu, “Lojong”.

Dagri Rinpoche tak hanya seorang cendekiawan dan pemegang gelar Doktor dalam filsafat agama Buddha, sutra, dan ajaran Tantra; Dagri Rinpoche juga seorang yogi yang telah melakukan banyak retret.

Dharma

Di Bukit Perak, Dagri Rinpoche banyak menjelaskan tentang berbagai hal, salah satunya adalah bodhicitta.

“Apabila di dalam diri kita muncul kemarahan, maka welas asih dalam diri seolah lenyap. Saat kita sadar, kita mulai mengingat bahwa diri kita seperti seorang ibu yang menginginkan anak satu-satunya tumbuh dengan baik.

“Seorang ibu tentu ingin merawat anaknya dengan sebaik-baiknya, pun juga perilaku pada diri kita maupun orang lain. Jika kita memiliki hati yang welas asih, orang-orang di sekitar kita akan merasakannya, keluarga kita, sahabat kita, orangtua, dan lingkungan terdekat kita.

“Jika di dalam diri kita sejuk, maka alam pun akan turut menjadi sejuk. Seperti di bukit yang indah ini, kita bisa mendengarkan burung-burung, merasakan sepoi angin, kita bisa tersenyum karena ada kualitas welas asih.

“Lama Atisha merupakan seorang yang luar biasa. Kualitas manusia yang bersungguh-sungguh dalam hal tekad untuk belajar, jauh dari India ke Nusantara. Beliau mendalami hingga 12 tahun di Swarnadwipa dibawah bimbingan Mahaguru Dharmakirti.

Baca juga: Kisah Sudhana: Ziarah Suci Kehidupan

“Ajaran yang dalam tersebut dibawa oleh Lama Atisha ke India, hingga kemudian ke tanah Tibet, dan sekarang ajaran tersebut berada di mana-mana, di seluruh penjuru dunia.

“Banyak dari guru-guru hebat telah mengajarkan bodhicitta. Hingga hari ini masih banyak yang menekuni bodhicitta. Di dunia yang penuh dengan kekerasan di mana-mana, kualitas welas asih perlu banyak dipupuk, karena itu adalah obat yang dibutuhkan.

“Dalai Lama mengajarkan bodhicitta ke banyak orang ke mana pun juga, sehingga hubungan Tibet dan Indonesia, amat sangat dekat secara ajaran Dharma. Sehingga, yang akan saya sampaikan adalah, saya akan banyak mendoakan agar Indonesia semakin maju dan berkembang dan terutama ajaran ini tetap lestari di sini.

“Saya tahun lalu telah memohon Dalai Lama untuk datang ke Indonesia, suatu hari semoga beliau berkenan untuk hadir di sini dan melakukan inisiasi kalachakra mandala, dengan demikian dapat membawa manfaat, kebahagiaan, kesejahteraan Indonesia. Saya akan terus mendoakan, semoga hal itu dapat terwujud. Tujechhe. Terima kasih.” tutupnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *