• Wednesday, 10 March 2021
  • Junarsih
  • 0

Tidak terasa kepergianmu sudah 2 tahun Kang! Rasanya baru saja kemarin sampean bilang “lagu kan kaya puisi sing dilagukna (lagu kan seperti puisi yang dilagukan).”

Sabtu, 6 Maret lalu Buddhazine mengadakan webinar via aplikasi Zoom dan Youtube streaming untuk mengenang kiprah dan pemikiran mendiang Sutar Soemitro. Para sahabat dan guru beliau turut serta memberikan pendapat masing-masing tentang perjuangan Sutar dari awal membangun Buddhazine.

Sebelum para sahabat menceritakan perjuangannya, masyarakat Dusun Krecek melakukan kenduri terlebih dahulu. Kenduri ini sebagai wujud ngrumat untuk mengenang dua tahun kepergian Sutar Soemitro. Kenduri ini tidak terlepas dari kontribusi pemuda dan para Bapak yang turut mendoakan mediang, serta para wanita mempersiapkan kebutuhan konsumsi di balik layar.

Setelah kenduri selesai, Ngasiran sebagai perwakilan tim penyelenggara acara tidak lupa untuk memberikan sepatah kata untuk mengingat Sutar Soemitro.

“Saya senang dan terharu karena sekarang kita bisa bersama-sama mengenang dua tahun meninggalnya Sutar Soemitro.”

Ngasiran juga menambahkan bahwa Sutar Soemitro sebagai penggagas Buddhazine adalah sosok yang lucu dan menginspirasi. Untuk Buddhazine sendiri, Sutar adalah roh yang akan selalu menghidupkan Buddhazine.

Y.M Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera juga turut menyampaikan kesan terhadap mendiang.

“Saya mengenal dengan baik Mas Sutar meski jarang bertemu langsung,” tutur beliau.

Bhante juga menyampaikan bahwa Buddhazine mendapatkan penghargaan yang sangat luas tidak hanya dari umat Buddha, tetapi juga masyarakat umum. Berita yang disajikan dengan akurat menggunakan bahasa yang jelas, lugas, tetapi tetap bening.

“Itu adalah warna utama Buddhazine sampai kini. Meskipun Mas Sutar sudah tiada. Buddhazine adalah legacy (warisan) Mas Sutar. Terima kasih, Mas Sutar,” imbuhnya.

Sutar Soemitro

Sutar adalah sosok unik yang sejak kecil sudah hobi membaca koran. Ia pun mulai menulis dan menjadi editor sejak kuliah di STAB Nalanda. Pada tahun 2000-an, ia mendirikan DSP Magz dan menjadi pemimpin redaksi sekaligus editor artikel.

Pada tahun 2003-2009, setelah lulus kuliah, ia membantu merintis Majalah Dunia Tzu Chi. Tulisannya selalu bagus dalam setiap liputannya ke berbagai daerah. Tidak heran kalau ia akhirnya mendirikan Buddhazine pada 11 Desember 2011 berkat kemampuannya dalam menulis dan juga cita-citanya yang luar biasa untuk menyebarkan Dhamma secara lebih luas. Ia juga ingin memberitakan Dhamma dari pedesaan, tidak hanya perkotaan saja.

Kata para sahabat dan keluarga

Firman Lie adalah seorang pengajar di Fakultas Seni Rupa IKJ yang merupakan salah satu sahabat dekat mendiang Sutar Soemitro. Pada saat mendiang ingin membuat media Buddhis tapi belum tahu caranya, Firman Lie kemudian mengenalkannya pada Nirwan Derwanto.

Nirwan bertanya tentang siapa penulis dunia yang Sutar sukai, tapi ia tidak bisa menjawab karena belum punya pengalaman membaca tulisan yang bagus. Dari pertanyaan itulah Sutar mulai belajar menulis yang bagus karena dengan meniru penulis siapa yang ia sukai, maka ia menjadi bersemangat untuk terus menulis.

Selama mengenal Sutar Soemitro, Firman Lie jadi memahami karakter yang dimilikinya.

“Dia adalah teman yang sangat asyik diajak ngobrol,” tuturnya.

Sutar tidak hanya bisa merespon pernyataan lawan bicara, tapi ia juga bisa mendengar. Firman juga mengatakan bahwa ia bisa bicara berjam-jam dengan Sutar sampai lupa makan.

“Contoh teladan yang luar biasa dari seorang Sutar adalah dia mulai tidak punya apa-apa, dia mulai apa adanya,” imbuhnya.

Meski Sutar mulai dari nol, tapi ia bisa membangun kepercayaan. Sutar sempat kebingungan saat merintis Buddhazine, nantinya siapa yang akan mengerjakan. Firman Lie kemudian berpesan padanya: kalau niat mulai sudah ditanamkan dalam dirinya, maka orang-orang yang membantu akan datang dengan sendirinya.

Kemudian, Jo Priastana, dosen sekaligus partner Sutar dalam merintis Buddhazine, mengatakan, “Saya bangga punya mahasiswa seperti dia (Sutar Soemitro).”

Jo Priastana mengungkapkan bahwa Sutar adalah pemuda yang luar biasa dan mau mempertaruhkan hidupnya secara total untuk ide dan obsesi.

Sabar Sukarno, kakak kandung Sutar Soemitro mengucapkan terima kasih untuk seluruh sahabat dan masyarakat Krecek yang sudah melimpahkan jasa untuk mendiang. Meski ia tidak turut serta dalam perintisan Buddhazine, Sabar berharap Buddhazine bisa berkembang.

“Sutar adalah seorang yang berani bermimpi dan berani untuk mengupayakan mimpi tersebut,” tutur Sabar.

Sabar tidak ingin memuji adiknya sendiri di hadapan banyak orang, tapi ia mengapresiasi usaha Sutar untuk mewujudkan mimpi dengan membangun Buddhazine.

Usaha Sutar mendirikan Buddhazine juga tidak terlepas dari sosok Billy Joeswanto, salah satu sahabatnya dari Surabaya yang ahli dalam pemrograman website. Saat Sutar kebingungan mendirikan media Buddhis online karena ia sendiri tidak paham teknologi, Billy sebagai sesama Buddhis ikut serta membantunya. Billy juga menambahkan bahwa Sutar adalah pemuda yang gigih dan rela meninggalkan pekerjaannya untuk mendirikan Buddhazine.

Kita pasti mengira bahwa hidup Sutar Soemitro hanya berkisar pada usahanya mendirikan Buddhazine. Namun, di sisi lain ia juga seorang manusia biasa yang juga melakukan hal-hal lucu dan membuat orang kesal terheran-heran. Hal inilah yang diungkapkan Widodo, rekan jurnalis DAAITV.

“Dia adalah sosok yang absurd,” tutur Widodo.

Absurd yang dimaksud adalah keunikan sifat dari Sutar. Ia bercerita saat mereka berdua ditugaskan untuk meliput tsunami di Aceh dan dalam kondisi darurat,Sutar masih sibuk mengurusi gaya rambutnya. Hal unik lain dari Sutar adalah motor yang tidak pernah diservis, nunggak pajak, bahkan pernah ditilang. Itulah keunikan Sutar yang membuat kita melihat bahwa saking sibuknya ia mengurusi kepentingan banyak orang, ia sampai lupa mengurusi keperluan dirinya sendiri.

Sahabat Sutar yang lain seperti Frendi Salim juga mengungkapkan bahwa Sutar bukan hanya seorang pemikir yang idealis, tapi juga bisa jatuh cinta terhadap seseorang. Imeldha Huang juga mengatakan bahwa Sutar adalah orang yang tahan banting dalam setiap proses yang ia jalani selama mendirikan Buddhazine.

Teladan sosok Sutar Soemitro

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sosok Sutar Soemitro. Mulai dari semangatnya ingin mengembangkan Dhamma melalui, media online, sikap pantang menyerah, baik, rendah hati, asyik diajak bicara, dan selalu memikirkan kepentingan orang lain.

Kita sebagai generasi muda harus mampu menjadi sosok yang tangguh dalam setiap kondisi sambil memelihara kerendahan hati seperti Sutar. Dengan sifat rendah hati, kita pasti akan disukai oleh banyak orang dan memberi manfaat kepada mereka.

Kita beruntung sekarang media bisa dengan mudahnya diakses dan kita bisa terus berkarya. Tapi, jangan lupa, kita sebagai generasi penerus Buddha Dhamma juga harus membuat karya yang bermanfaat dan bisa dinikmati orang lain.

Hal paling mudah yang bisa kita lakukan adalah mewartakan peristiwa yang sedang terjadi, apalagi berhubungan dengan Dhamma di pedesaan. Dengan kemudian, kita semua pun bisa berbuat baik sambil mewujudkan cita-cita mendiang Sutar Soemitro.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *