Awan mendung disertai semilir angin, seolah turut berduka. Jumat siang, 2 Desember 2016 lalu, Krematorium Kedung Mundu Semarang, sontak larut suasana haru. Saat saudara umat Islam selesai menunaikan ibadah Sholat Jumat, iring-iringan pandita Magabudhi, umat, keluarga, dan kerabat menghantar kepergian Rama Pandita KRT. D. Henry Basuki. Pandita Buddha dari Vihara Tanah Putih itu, wafat Selasa malam, 29 Desember 2016 dalam usia 70 tahun.
Mendiang Rama Henry, demikian biasanya ia disapa, terbilang istimewa di kalangan lintas agama dan budaya. Ia sangat aktif menjalin kerukunan dengan berbagai komunitas demi mengokohkan semangat persaudaraan antar iman. Di kalangan umat Buddha sendiri, ia dikenal sebagai guru sekaligus anak muda perintis sejak berdirinya Vihara Tanah Putih tahun 1965. Di kalangan budayawan Jawa, ia adalah sesepuh di Permadani dan Swagotra, bersahabat dengan budayawan Rama KRAT. Sudiyatmana Y dan Setiadji.
Sejak era reformasi, ketika negeri kita diuji dengan berbagai peristiwa dan kerusuhan, hingga sampai hari ini ketika terjadi berbagai isu bernuansa SARA, Rama Henry terus menggemakan semangat persaudaraan lintas iman. Salah satunya dengan sarana seni budaya Jawa dalam setiap kegiatannya. Tak terbilang sahabat dan kolega lintas agama yang kemudian menjadi saudaranya, seperti dari kalangan NU, Muhammadiyah, Katholik, Kristiani, Hindu, Khong Hu Cu dan Tri Dharma, sampai kelompok penghayat kepercayaan. Ia sering tampil dalam berbagai kegiatan bersama tokoh dan ulama. Di kalangan umat Islam, Rama Henry akrab di antaranya dengan Prof. Dr. Abu Suud, Prof. Dr. Amin Syukur, dosen dan civitas akademika IAIN Walisongo Semarang, H. Muhammad Adnan, Gus Nuril, dan masih banyak lagi. Dengan umat Kristiani dan Katolik, ia akrab dengan Prof. Dr. Agnes Widanti, Rama Aloys Budi Purnomo, Pendeta Wipropradipto, Pendeta Rahmat dari Gereja Gereformed, dan masih banyak lagi.
Di kalangan umat Buddha sendiri, Rama Henry dikenal luas sebagai salah satu pandita budayawan. Diawali perkenalannya dengan Rama Mangoenkawatja, Pandita Raden Panji T. Hadidarsana, Ramadharma Reksowardojo, dan Pandita Sabar Alym, Henry muda mengenal kebudayaan Jawa. Mereka adalah sesepuh umat Buddha pendiri Buddhis Indonesia (kemudian menjadi Magabudhi) di Semarang. Juga mengenalkan seni budaya Badra Santi bagi umat Buddha di daerah Jawa Tengah sejak awal dekade 1960-an. Belakangan, semangat seni budaya Badra Santi dipopulerkan Bhikkhu Khemasarano yang mengambil spirit “Tunggak Semi” dan melahirkan banyak bhikkhu dari wilayah Pantura.
Ketika sakit, Rama Henry teringat Pandita M. Tjook Ging Tjoen yang wafat tahun 2014 lalu. Saat itu, upacara kremasi diiringi gamelan Badra Santi di Pancaka Kudus. Rama Henry sering berpesan kepada umat Buddha, bahwa di dalam Badra Santi, terdapat semangat toleransi antar agama dan semangat persaudaraan antar etnisitas, khususnya persahabatan Jawa-Tionghoa yang kemudian dibenturkan politik devide et impera oleh Belanda. Ia berpesan, “Saya cinta kebudayaan Jawa tanpa meninggalkan budaya Tionghoa. Tolong selamatkan persaudaraan keduanya dengan merawat Badra Santi. Itu juga pesan dari sesepuh, seperti mendiang Bhikkhu Khemasarano Mahathera.”
Berkat kontribusi Rama Henry, Badra Santi yang saat itu di bawah pimpinan Rama Solechun Sanghapala dari Temanggung pernah tampil bersama Gamelan Kyai Kanjeng pimpinan Cak Nun. Bahkan pernah mendapatkan apresiasi dari Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur saat menghadiri Dharmasanti Waisak KASI di Jakarta tahun 2000 yang lalu.
Demikianlah kemudian, sesudah Bhikkhu Cattamano, Samanera Virajayo, pandita Magabudhi, dan umat Buddha membacakan doa agama Buddha untuk melepas kepergian pandita yang budayawan itu, iringan gending gamelan Santi Swara, Puji Tiratana, Papat Kanyatan Agung dan lir-ilir, turut menghantarkan Rama Henry menuju peristirahatan yang terakhir. Selamat jalan Rama Henry, Badra Santi Begja Rahayu. Rahayu, Rahayu, Rahayu!
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara