Calon-calon idola baru umat Buddha telah lahir dari Lomba Cipta dan Penyanyi Lagu Buddhis Nasional (LCPLBN) 2014 yang baru saja berlalu. Dan tentu saja perhatian terbesar tersorot kepada Michael Glendy Tejopratomo sebagai juara.
Glen, begitu ia akrab disapa, dikukuhkan sebagai juara dalam grand final LCPLBN di ICC, MGK Kemayoran, Jakarta pada Sabtu, 6 Desember 2014 lalu. (Baca Glen dari Surabaya Juara Lomba Cipta dan Penyanyi Lagu Buddhis Nasional)
Glen bercerita banyak kepada BuddhaZine melalui pesan instan LINE tentang pengalaman mengikuti ajang lomba pencarian bakat Buddhis yang diadakan oleh Sarjana dan Profesional Buddhis Indonesia (SIDDHI) bekerjasama dengan Namaste Studio itu.
Glen tahu tentang lomba ini melalui poster yang dipasang di vihara tempatnya aktif di Vihara Maitreya Jayanti, Surabaya. Ia mengakui awalnya ragu untuk ikut, “Tapi pimpinan vihara dan teman-teman vihara support saya untuk ikut event ini.” Selama ini Glen memang sering unjuk kebolehan tarik suara di berbagai acara vihara sehingga tak mengherankan jika ia didorong untuk ikut.
Teman-temannya bilang event besar seperti ini belum pernah ada sebelumnya dan berskala nasional, pasti bisa dapat banyak pelajaran dan teman-teman baru. Dan ternyata yang Glen peroleh lebih dari itu, selain gelar juara tentunya. “Sejauh ini bukan cuma dapat teman baru, tapi kami sangat dekat seperti keluarga di LCPLBN,” ujar Glen.
Sebenarnya Glen hampir tidak bisa ikut LCPLBN. Soalnya ketika audisi digelar di Surabaya, ia sedang ada kerjaan ke luar kota. Untunglah audisi bisa dilakukan juga melalui rekaman video. Dan itu yang ia tempuh. Ia menyanyikan lagu Lambai Padi, sebuah lagu yang menyadarkan kita untuk bersyukur kepada alam yang bisa menghasilkan padi buat kita konsumsi sehari-hari.
Dan ternyata dari video singkat itu ia lolos ke semifinal dan akhirnya juara.
Pada saat grand final, kembali ia menyanyikan lagu yang berkaitan dengan alam, yaitu Ladang Hati yang merupakan ciptaan dari Chandra Wijaya Pasadena dari Palembang. Saat itu ia tampil dengan pakaian tradisional bak kisah legenda Jaka Tarub.
“Saya pribadi tidak ada tips apa pun, pada saat tampil saya hanya lepas beban. Saya tidak mengincar kemenangan, jadi saya berusaha untuk menampilkan yang terbaik,” ujar Glen usai dinobatkan jadi juara.
Anak muda 27 tahun ini menambahkan, “Yang penting apa yang saya nyanyikan nyampai ke hati saya dulu, setelah nyampai ke hati saya pasti bisa nyampai ke hati penonton, termasuk juri.”
Lagu-lagu yang ia bawakan dalam LCPLBN berkaitan dengan alam, mungkin ada hubungannya dengan kebiasaannya sebagai seorang vegetarian. Sudah 15 tahun Glen menjadi seorang vegetarian. “Saya sudah dari zaman sekolah SMP umur belasan, saya belajar dan menjalani pola makan vegetarian,” tutur Glen.
Dan dengan menjadi juara LCPLBN seakan ia menepis pandangan bahwa bervegetarian bisa mengurangi talenta seseorang. “So, pandangan orang tentang vegetarian kurang gizi, tidak bisa berkembang, tidak pintar, ga bisa tinggi, dan tidak bertalenta tidak benar. Apa saya terlihat seperti orang kurang gizi? Haha..” cetus Glen.
Lagu yang ia nyanyikan di malam grand final dipilih oleh dewan juri karena sesuai dengan warna suaranya. Menurutnya, banyak orang yang bilang suara dan pembawaan Glen mirip penyanyi senior Korea Sung Si Kyung. “Suara saya awalnya bariton, tapi akhirnya saya lebih banyak mendalami tenor. Suara saya clean dan cukup tebal sebagai seorang tenor,” jelas Glen.
Ia bercerita bagaimana kemampuan olah suaranya digembleng pada saat karantina menjelang semifinal dan grand final. “Yang paling banyak perubahan itu di segi nafas, tekanan nafas, peletakan suara. Nafas itu elemen dasar dalam bernyanyi. Semua itu berhubungan langsung dengan vokal,” terang Glen.
Baginya, pelajaran paling banyak tentang teknik menyanyi ia peroleh ketika proses rekaman untuk album kompilasi semua finalis. Setelah semifinal, mereka masuk dapur rekaman selama sekitar seminggu.
“Menyanyi bukan melulu bicara tentang teknik, tapi bagaimana berbicara dari hati ke hati. Bagaimana penyampaian dan pembawaan lagu itu,” simpul Glen. “Harus bener-bener mengerti dulu makna dari lagu itu sendiri, baru bisa disampaikan dengan baik.”
Ia menambahkan, menyanyikan lagu Buddhis sedikit berbeda dengan lagu umum. Menurutnya, “Lagu di luaran mungkin lagu cinta, sedih, putus asa, ataupun lucu-lucuan. Sedangkan lagu Buddhis menyentuh nurani. Kita ingin agar orang yang mendengar bisa tersentuh, mengerti arti kehidupan, makna kehidupan, tujuan hidup. Jadi banyak makna di balik itu semua.”
Bukan hanya teknik bernyanyi yang ia peroleh pada saat karantina, “Ada kelas motivasi, mental, belajar apa sih sebenarnya Buddha itu. Belajar mengenai kekompakan, saling berbagi. Di luar itu ada koreo dan pembawaan diri, belajar penguasaan panggung.”
“Semua mentor menurut saya sangat luar biasa, total dalam memberikan semua yang mereka miliki untuk kami semua. Semuanya benar-benar habis-habisan memberikan yang terbaik. Dari segi nutrisi dan gizi, kami semua juga sangat diperhatikan,” puji Glen.
Lalu, setelah terpilih sebagai juara LCPLBN, siapkah Glen menjadi idola baru umat Buddha? Dengan rendah hati Glen menjawab, “Sebenarnya saya hanya orang awam yang bisa bernyanyi, dan kebetulan saya seorang Buddhis. Titel penyanyi Buddhis itu hanya julukan orang. Saya pribadi cuma berusaha sebisaku untuk memberikan yang terbaik. Yang penting apa yang kita lakukan secara baik bisa diterima oleh masyarakat.”
Penyuka olahraga badminton dan travelling ini menilai lagu Buddhis saat ini sudah berkembang dan tidak kalah dengan lagu-lagu umum di luaran. “Harapan saya lagu-lagu Buddhis bisa terus berkembang, banyak lagu Buddhis yang diciptakan dengan irama yang bagus. Semua aliran main, jazz ok, R ‘n B ok, rock ok,” tutup Glen.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara