Kesan pertama terhadap Yongey Mingyur Rinpoche menunjukkan bahwa sebagai guru meditasi tradisi Kagyu dari Buddhisme Tibet yang sudah terkenal di seluruh dunia, ia tampaknya merupakan biarawan yang memiliki segalanya. Pada usianya yang ke-36, anak bungsu dari tiga bersaudara dari Alm. Tulku Urgyen ini memiliki royalti atas penjualan buku laris karangannya, The Joy of Living, sebuah vihara di India, dan Tergar –sebuah organisasi internasional yang berbasis di Amerika Serikat dengan cabang di seluruh dunia.
Mingyur Rinpoche hidup dengan nyaman bersama para pengikutnya. Dia merupakan guru yang mendapat banyak undangan untuk mengajarkan meditasi dan dikagumi oleh umat di negara maju khususnya, karena minatnya dalam implikasi ilmiah dari meditasi –terutama bagaimana efek meditasi terhadap fungsi otak dan sistem saraf. Dia sudah 10 tahun melakukan retret meditasi di tempat-tempat terpencil, dan umat Buddha Tibet terkesan dengan kualitas pribadinya. Namun, Mingyur Rinpoche tidak terlena begitu saja dengan apa yang sudah diraih dan dimilikinya. Dia juga tidak tertarik untuk menjadi seorang guru yang tersohor bak selebriti, hidup dalam kemewahan dan dipuji oleh para bhiksu sesepuh.
Suatu pagi di bulan Juni 2011, pengikutnya mengetuk pintu kamarnya di vihara di Bodhgaya, India. Karena tidak ada jawaban, mereka akhirnya masuk dan menemukan bahwa ruangannya kosong. Hanya terdapat sepucuk surat yang menjelaskan bahwa Rinpoche pergi untuk waktu yang cukup lama untuk menjadi seorang yogi pengembara, bermeditasi di mana pun dia berada di Himalaya.
“Dia tidak membawa uang dan barang apapun,” kata kakaknya, Tsoknyi Rinpoche. “Dia tidak membawa paspornya, telepon genggamnya, atau bahkan sikat gigi.”
Dalam suratnya, Mingyur Rinpoche mengatakan bahwa sejak ia masih muda ia telah menetapkan tekadnya untuk terus berlatih dan mempraktekkan Dharma, mengembara dari satu tempat ke tempat lain tanpa ada tujuan yang tetap. Dia menyarankan kepada pengikutnya untuk tidak mengkhawatirkannya, memastikan kepada mereka bahwa dalam beberapa tahun yang akan datang mereka akan bertemu kembali. Hingga hari ini tidak ada yang tahu keberadaan Rinpoche, dan dia juga tidak berhubungan dengan keluarganya sama sekali.
Mingyur Rinpoche (Rinpoche berarti Yang Mulia) memulai pengembaraannya dari Bodhgaya, tempat dimana Pangeran Siddharta mencapai pencerahan dalam sejarah agama Buddha.
“Ada suatu persamaan yang menarik dengan Buddha,” kata Donald Lopez, profesor bidang studi Buddhis dan Tibetan di Universitas Michigan. “Sejak jatuhnya monarki Tibet pada tahun 842, inkarnasi Lama telah menjabat sebagai semacam aristokrasi di Tibet, sehingga Tulku berpangkat tinggi berkedudukan setara dengan seorang pangeran. Mingyur Rinpoche telah meninggalkan kehidupan kerajaan, seperti yang dilakukan oleh Pangeran Siddharta. Langkah radikal yang diambilnya pada dasarnya kembali ke gaya hidup yang disarankan oleh Buddha kepada semua bhiksu.”
Kehidupan bhiksu yang berpindapatta (menerima pemberian dari umat) mungkin masih menjadi pilihan para pengikut Buddha di India pada tahun 400 sebelum Masehi dan bagi para yogi Tibet Milarepa, tetapi tradisi ini belum pernah dilakukan oleh para Tulku Tibetan (inkarnasi Lama) pada zaman sekarang. Menghilangnya Mingyur Rinpoche disambut oleh pendiri Buddhisme Tibet dengan perasaan heran bercampur kagum, karena biasanya banyak Tulku muda yang pergi ke Amerika untuk mencari ketenaran, keberuntungan, dan gaya hidup mewah. Mereka mengikuti jejak para Lama senior seperti Alm. Trungpa Rinpoche, yang tidak lagi merahasiakan kecintaannya pada vodka dan kenikmatan daging, dan baru-baru ini ada Sogyal Rinpoche, yang terkenal sebagai seorang playboy.
Retret panjang telah diadakan oleh para praktisi Buddhisme Tibet di Barat. Mereka biasanya melakukan pelatihan di tempat-tempat yang aman dan mereka berkelompok. Retret ini mahal –terutama bagi orang-orang yang harus menangguhkan pekerjaannya agar dapat mengikuti pelatihan ini. Jadi, apakah ini berarti akan muncul lebih banyak lagi calon yogi dan bhiksu muda yang mengikuti jejak Mingyur Rinpoche?
“Kami melihat keputusannya sangatlah positif,” kata Cortland Dahl, direktur organisasi Tergar yang didirikan oleh Mingyur Rinpoche. “Ini adalah sebuah inspirasi. Anda membaca bahwa orang melakukan hal ini pada masa lampau, tetapi tampaknya tidak seorang pun yang mau melakukannya di era modern ini.”
Dahl menunjukkan bahwa Rinpoche telah mengambil langkah yang berani, “Rinpoche menderita atas serangan panik yang dialaminya ketika masih kecil dan ketika itu, dia pergi ke suatu tempat yang tidak diketahui di Bihar –salah satu tempat yang merupakan sarang penjahat di India.”
Lama yang juga merupakan yogi berkebangsaan Inggris, Ngakpa Chogyam, bagaimanapun tidak mengkhawatirkan kesejahteraan Mingyur Rinpoche. Dia mengatakan, “Tindakan welas kasih yang diajarkan dalam agama dipahami di daerah Himalaya –tapi itu mungkin hanya berlaku bagi orang Tibet dan orang-orang India Sadhu. Saya pikir Mingyur Rinpoche akan selalu disokong kemanapun ia pergi. Masalah utama yang mungkin akan dihadapinya adalah orang-orang ingin melakukan terlalu banyak hal untuknya, sehingga dia mungkin harus menghabiskan waktu untuk membebaskan diri dari para dermawan yang murah hati.”
Cortland Dahl mengatakan Mingyur Rinpoche tidak hanya tidak tertarik pada ketenaran dan uang, namun dia juga merupakan “biarawan sejati” yang memiliki sejumlah ikrar yang salah satunya adalah hidup selibat. Mingyur Rinpoche memiliki kesamaan dengan sejumlah kecil Tulku muda –termasuk Kalu Rinpoche dan Karmapa ke-17, Orgyen Trinley Dorje. Tampaknya Buddhisme Tibet berada pada titik balik –jauh dari tuduhan korupsi dan menuju kebangkitan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Buddha. (buddhistchannel)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara