Dana (memberi) adalah praktik melatih diri paling dasar dalam agama Buddha. Namun dalam melakukan dana, umat Buddha kadang tidak tepat dalam melakukannya. Bakti sosial (baksos) memberikan kebutuhan pokok kepada umat Buddha pedesaan misalnya, yang dinilai kurang tepat sasaran dan banyak mengakibatkan ketergantungan. Seorang cendekiawan muda Budddhis, Eddy Setiawan, menjelaskan bagaimana seharusnya umat Buddha melakukan berdana.
Menurut pria kelahiran 13 Mei 1977 ini, baksos adalah salah satu praktik Dharma yang baik, namun harus dilakukan dengan penuh kesadaran. Maksudnya kesadaran adalah sembako yang kita bagi misalnya, hanyalah bantuan sementara, bukan solusi mendasar bagi kemiskinan masyarakat yang kita bantu
“Baksos dengan membagi sembako, peralatan sekolah dan lain-lain tersebut sebenarnya barulah bentuk kegiatan karitatif. Jika disejajarkan dengan bentuk dana, barulah dana materi sementara. Sebagai umat Buddha, kita seharusnya bertumbuh dalam praktik, dari karitatif ke substantif, dan akhirnya transformatif, dari dana materi hingga dana Dharma,” ujar mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbudhi) ini.
Eddy menambahkan, “Tapi jangan semata-mata mengartikan dana Dharma melulu ceramah Dharma. Menjadi guru di pedalaman hutan bagi suku terasing seperti yang dilakukan Butet Manurung itu juga dana Dharma. Mendukung gerakan anti korupsi juga bagian dari dana Dharma, menjadi gubernur, anggota DPR RI, bahkan presiden yang menegakkan kebenaran dan keadilan juga bagian dari dana Dharma,” tambahnya.
Ia memberi contoh, “Kegiatan karitatif, ya seperti baksos, ini seperti memberi ikan, yang bisa jadi berdampak negatif, misal ketergantungan. Bantuan yang lebih substantif adalah pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin misalnya. Nah ini bisa diibaratkan kail yang tidak menimbulkan ketergantungan. Namun jika aturan atau undang-undangnya ternyata tidak berpihak pada yang lemah, sehingga biarpun memiliki kail/jala dan perahu, namun laut telah dikapling oleh perusahaan ikan raksasa, maka di sinilah bentuk bantuan transformatif harus dilakukan.
“Bantuannya bisa berbentuk advokasi, melalukan judicial review terhadap pasal-pasal yang bertentangan dengan UUD NKRI, atau demonstrasi, sampai terjadi perubahan UU. Jadi sebagai Buddhis jangan cuma mempraktikkan yang karitatif, tapi harus terus bertumbuh kasih sayang dan kebijaksanaannya sehingga bisa mempraktikkan yang substantif bahkan transformatif, baik dalam konteks pribadi maupun sosial,” jelasnya.
Menurut Eddy, Yayasan Buddha Tzu Chi adalah contoh yang baik dalam melakukan praktik Dharma, “Awalnya lebih banyak kegiatan karitatif, namun kemudian menjadi lebih substantif ketika tumbuh kesadaran bahwa sakit adalah salah satu penyebab langgengnya kemiskinan, maka mulai dibangun rumah sakit dengan kualitas yang baik.
“Tidak hanya itu, awalnya hanya membantu mereka yang tertimpa bencana, namun tumbuh kesadaran bahwa bencana alam adalah akibat ulah manusia sendiri maka mulai dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki kualitas alam dengan daur ulang, edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian alam, hingga mempromosikan pola makan vegetarian yang lebih ramah lingkungan,” jelas Eddy.
Mengakhiri perbincangan, Eddy berharap umat Buddha harus terus bertumbuh, tidak boleh mandek dalam praktik Dharma, “Mustahil kita menjadi Buddha jika tidak pernah melakukan hal-hal besar bagi umat manusia, alam, dan peradaban.
“Banyak yang menyatakan bahwa kita harus mengubah diri sendiri terlebih dahulu, baru mengubah orang lain, masyarakat, bahkan dunia. Pernyataan seperti itu agak menyesatkan, karena seolah melupakan hukum patticasamupada, seolah-olah sebuah proses perubahan diri itu terlepas dari konteks sosialnya,” tambahnya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara