Sumber Dokumen : buletin.dhammasena.org
Salah satu Bhikhhu senior Indonesia, Phra Mahā Ali Jutaliko Mahāthera (Bhante Jutaliko) meninggal dunia pada usia 62 tahun 30 Vassa pukul 09.15 WIB di RS. Bethsaida, Serpong, Minggu (24/9/2023).
Posisi terakhir bhante adalah sebagai Kepala Vihāra Siripada yang beralamat di Jalan Kompleks Villa Melati Mas Blok B10 No. 54, Serpong, Jelupang, Kec. Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Siapa sosok Phra Mahā Ali Jutaliko Mahāthera?
Ali Kaswara adalah nama asli Bhante Jutaliko sebelum ditahbiskan menjadi bhikkhu. Ia ditahbiskan menjadi bhikkhu pada 14 Juli 1993 di Wat Bovoranives Vihara, Bangkok Thailand. Ali mulai mendalami agama Buddha berawal dari Sekolah Menengah Atas Negeri yang bebas memilih mata pelajaran agama.
Saat di SMA, Ali Kaswara memilih mata pelajaran Agama Buddha dan berkesempatan belajar cara kebaktian dan bermeditasi. Pertama kali mengikuti kebaktian dan meditasi Ali merasakan ketenangan dan ketentraman pikiran. Sejak itu Ali memutuskan untuk terus memperdalam agama Buddha dan perbanyak meditasi.
Kesan yang mendalam akan meditasi mendorong Ali memohon ijin pada orang tuanya untuk menjadi Bhikkhu. Namum saat itu orang tuanya belum mengijinkan, selanjutnya ia menjalani masa perkuliahan sejak tahun 1981 hingga 1988 di Universitas Trisakti, Fakultas Teknologi Industri jurusan Teknik Mesin dan tetap aktif berkegiatan di vihara. Di akhir tahun 1984, Ali juga merupakan salah satu perintis Unit Mahasiswa Buddha di Trisakti bersama rekan-rekan kuliah diantaranya Senny Ruslim, Andrianto dan Jayanto serta dibantu Ir. Buyung Wahab. Saat itu Bhante Pannavaro berkenan memberikan nama Dhammasena yang berarti prajurit Dhamma.
Sejak Dhammasena berdiri Ali rutin mengikuti kebaktian rutin dan beberapa kegiatan lainnya seperti Dhammasena camp dan Pekan Penghayatan Dhamma juga diikutinya. Selesai lulus kuliah dan mendapat gelar kesarjanaan di Trisakti, Ali bekerja di perusahaan garmen 2 tahun kemudian 3 tahun di perusahaan sepatu Tangerang.
Kesungguhan Ali untuk menjadi bhikkhu akhirnya mendapat dukungan orang tua dan keluarganya. Kesempatan tersebut langsung dimanfaatkan oleh Ali. Saat Ali aktif sebagai pengurus di Vihara Padumutara, Ali sering mendampingi bhante Vin memberikan ceramah. Dengan referensi bhante Vin, Ali menuju ke Thailand dan menetap di Wat Bowonniwet dimana Bhante Vin tinggal.
Proses menjadi bhikkhu pun dilalui oleh Ali, pada tanggal 27 februari 1993 di Wat Bowonniwet Bangkok – Thailand ditabhiskan menjadi Samanera mengikuti Pabbaja. Lalu 14 Juli 1993 ditempat yang sama ditahbiskan menjadi Bhikkhu dengan upajjhaya Y.M. Somdet Phra Yanasangwon Somdet Phra Sanggaraj, Kamma vacacariya Phra Rajwaracan (Bhante Vin). Nama penahbisan Ali Kaswara adalah Jutaliko, Juta berarti cermelang, Aliko adalah nama Ali.. sehingga Jutaliko berarti Ali yang cemerlang, Ali yang bersinar.
Selama proses belajar di Wat Bowonniwet, Thailand, Bhante Jutaliko belajar mendalami mata pelajaran Naktham dan bahasa pali. Bagi Bhante Jutaliko, akan banyak sekali manfaatnya jika menguasai bahasa pali, selain lebih mengerti dan mudah menguasai paritta suci, bahasa pali bisa juga merupakan bahasa komunikasi sesama bhikkhu antar negara. Untuk memperlajari bahasa pali di Wat Bowonniwet, ada 9 tingkat. Ujian kenaikan tingkat dilakukan setiap tahun dan Bhante Jutaliko telah menempuh hingga tingkat 3. Pada tingkat 3 inilah bhante Jutaliko mendapatkan gelar dari Somdet Phra Phuthacan, sehingga nama Bhante Jutaliko menjadi Phra Maha Ali Jutaliko. Dengan peringkat tersebut, ia sudah diperbolehkan mengajarkan bahasa pali. Dengan demikian bhante Jutaliko dapat mengajarkan bahasa pali jika nanti kembali ke tanah air Indonesia.
Selama menjadi bhikkhu, bhante selalu semangat dan antusias dalam membagikan ilmu pengetahuan dan Dhamma yang dimilikinya dengan seluas-luasnya. Bhante juga membagikan Dhamma dengan menulis buku yang pernah diterbitkan tahun 2005 yaitu buku Buddha Vamsa. Buku tersebut adalah terjemahan dari bahasa Thailand mengenai silsilah Buddha yang pernah hadir di Bumi. Pada buku tersebut tercantum 28 Buddha mulai dari pertapa Sumedha yang bertekad menjadi Buddha pada saat jaman Buddha Dipankara. Buku tersebut menjelaskan bahwa sebelum Sang Buddha Gotama sudah ada Buddha-buddha lain yang hadir, dan akan ada Buddha lagi Buddha masa mendatang.
Di sela-sela kesibukannya menjadi seorang bhikkhu, ia juga tetap menaruh perhatian pada Dhammasena. Berbagai kegiatan Dhammasena diinformasikan kepada alumni sehingga terjalin saling mendukung antara pengurus dan alumni. Dengan informasi yang terus mengalir, alumni akan terus memperhatikan perkembangan dan mendukung kegiatan yang dilakukan oleh adik-adiknya yang berusaha mempertahankan kegiatan kerohanian yang sudah dirintis sejak berdirinya Dhammasena.
Pesan penuh makna yang pernah Bhante Jutaliko sampaikan adalah jangan khawatir apa yang belum terjadi, tapi lakukan sebaik mungkin apa yang dapat dilakukan saat ini untuk mempertahankan yang sudah ada.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara