• Wednesday, 26 November 2025
  • Ngasiran
  • 0

Foto: Dok. Medkom STI

Kabar duka kembali dirasakan oleh umat Buddha Indonesia. Bhikkhu Jayadhammo Thera, mantan Padesanāyaka Sangha Theravada Indonesia Provinsi Bali (2015–2023), berpulang pada Senin, 24 November 2025, pukul 06.28 WITA. Mendiang disemayamkan di Vihāra Buddha Sakyamuni, Denpasar, hingga 25 November 2025 pukul 15.30 WITA. Kepergian beliau meninggalkan duka mendalam bagi umat dan para siswa Dhamma yang pernah dibinanya, namun juga menghadirkan rasa syukur atas pengabdian panjang yang telah beliau wariskan bagi Buddha Sasana.

Akar Perjuangan dan Jalan Pendidikan Seorang Putra Bali

Bhikkhu Jayadhammo Thera lahir pada Selasa Pon, 3 Maret 1942 di Desa Rangdu, Buleleng, dengan nama I Putu Adnyana Yadnya. Beliau tumbuh dari keluarga pejuang: ayahnya, I Nengah Mudra, adalah veteran yang ikut bergerilya mempertahankan kemerdekaan dari serangan NICA. Setelah bebas dari tahanan Belanda pada 1950, sang ayah mengabdikan diri dalam Yayasan Kebaktian Pejuang (YKP), membantu para janda dan anak-anak pejuang yang gugur. Jejak pengabdian sang ayah kelak memengaruhi karakter altruis dan disiplin yang menjadi ciri khas kehidupan Bhante Jayadhammo.

Sebagai anak, Putu Adnyana menapaki pendidikan di SR Mayong, lalu SMP Negeri 1 Singaraja (lulus 1960), dan Sekolah Guru Negeri Singaraja (lulus 1963). Ia sempat menempuh pendidikan di IKIP Negeri Malang cabang Singaraja, namun kondisi kesehatan membuatnya berhenti. Pada 1968, ia resmi diangkat sebagai guru SMP Negeri 1 Singaraja. Di sanalah dedikasinya pada dunia pendidikan semakin mengakar: ia mengajar Bahasa Bali, sekaligus memberikan pelajaran Agama Buddha bagi siswa-siswa yang beragama Buddha di berbagai sekolah.

Perjumpaannya dengan Buddhadharma dimulai lebih awal, pada tahun 1961, ketika ia divisuddhi sebagai upasaka oleh YM Bhante Ashin Jinarakkhita dengan nama Nyanakumara. Dukungan orang tuanya membuka jalan bagi pendalaman ajaran Buddha. Ia kemudian berguru erat kepada Sri Pandita Buddharakshita, menemani beliau membina umat dari desa ke desa. Pada masa-masa itu, ia menjadi saksi sekaligus pelaku pertumbuhan komunitas Buddha di Petandakan, Alasangker, dan Penglatan.

Selain aktif membina umat, ia terus meningkatkan ilmunya. Pada 1971 ia menamatkan PGSLP jurusan Bahasa Bali, dan pada 1986 meraih gelar Sarjana Administrasi Negara dari STISPOL Wirabhakti. Atas dedikasinya bagi pembinaan Buddha Sasana, pada 1996 ia dianugerahi gelar Abdi Dhamma Utama oleh Sangha Theravada Indonesia.

Perjalanan Kebhikkhuan dan Kiprah sebagai Padesanāyaka Bali

Selepas pensiun pada 2002, tekadnya untuk menempuh hidup sebagai bhikkhu semakin kuat. Tahun 2006 ia berlatih meditasi di Myanmar, lalu pada awal 2007 berangkat ke Thailand. Di Wat Thung Pho, Buriram, ia ditahbiskan sebagai samanera pada 17 Maret 2007 pukul 11.30 waktu setempat, dan setengah jam kemudian sebagai bhikkhu dengan nama Jayadhammo. Guru pembina utamanya adalah Phra Anavilo di bawah bimbingan Phra Prasathanasarakun.

Setelah sembilan bulan di Thailand, ia kembali ke Indonesia atas permintaan Yayasan Brahmavihara Arama. Ia kemudian bergabung dengan Sangha Theravada Indonesia dan menjalani pembinaan intensif di Vihara Dhammacakka Jaya Jakarta, Dhammadipa Arama Malang, serta mengikuti pendidikan satu tahun di Vihara Mendut di bawah bimbingan YM Bhante Jotidhammo Mahathera. Seusai pendidikan, ia ditugaskan melayani umat di Vihara Buddha Sakyamuni Denpasar, Vihara Asoka Rama, dan Vihara Giri Manggala, Alasangker.

Kiprah terpentingnya dimulai ketika ia ditunjuk sebagai Wakil Padesanāyaka Provinsi Bali mendampingi Bhante Tejanando Thera. Ketika Bhante Tejanando pindah ke Jawa sekitar 2018, Bhikkhu Jayadhammo diangkat sebagai Padesanāyaka untuk menggantikan beliau. Ia menjalani dua periode jabatan hingga 2022. Di masa itu, beliau dikenal dekat dengan umat di desa-desa, disiplin dalam latihan, serta teguh menjaga integritas Sangha.

Selama bertahun-tahun, beliau melaksanakan vassa bergilir di tiga vihara: Giri Manggala (Alasangker), Samyag Darsana (Petandakan), dan Samyag Dresti (Penglatan). Hubungannya dengan umat begitu dekat karena sejak masa mudanya ia telah turut membina mereka bersama Sri Pandita Buddharakshita. Pengalaman panjang sebagai guru dan pembina umat menjadikannya sosok yang sabar, teratur, namun tegas dalam prinsip.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *