• Friday, 3 February 2017
  • Andre Sam
  • 0

“Setelah mengajar di awal tahun 2017 ini, saya akan ke Singapura, kemudian langsung ke Australia. Ke sebuah kota kecil di sana, untuk istirahat dari mengajar Dharma. Saya ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan meditasi.”

Itulah sepenggal kalimat yang diutarakan Bhante Dhammika ketika bincang-bincang. Kemudian ada yang bertanya lagi, apakah kedatangan Bhante ke Jakarta dan Surabaya di bulan Februari ini merupakan pengajaran Dharma terakhir?

“Ya demikianlah,” begitu jawabnya.

Apa yang akan Bhante lakukan selain menghabiskan waktu dengan meditasi di kota kecil di Australia?

“Saya akan menulis buku,” tukasnya. Saya berkesempatan menemani Bhante mulai dari Rabu (1/2) hingga Sabtu (4/2). Bhante Dhammika mengisi bincang-bincang Dhamma di Wihara Ekayana Jakarta pada Kamis-Jumat (2-3 Februari) dan di Wihara Ekayana Serpong pada Sabtu (4 Februari). Beginilah cerita sederhananya.

Siapa Bhante Dhammika?
Lahir di Melbourne, Australia, 6 Oktober 1951. Pada usia 19 tahun, ia bertemu seorang bhikkhu Sri Lanka. Suatu pertemuan biasa. Ia bahkan tidak bicara apa pun. Saat itu, ia bahkan sempat punya pacar, salah satu gadis yang memenangi kontes kecantikan di South Island. Sempat sangat dekat, tetapi, ”Saya lupa namanya… Semua hilang, tetapi kalau Anda tanya tentang buku yang saya baca saat itu, saya bisa menceritakannya.”

Usia 23, ia memutuskan meninggalkan Australia menuju Thailand untuk menjadi bhikkhu. Namun, ia tidak terkesan dengan kehidupan bhikkhu di Thailand karena melihat para bhikkhu yang merokok. ”Sampai sekarang pun saya tidak terkesan,” ujarnya.

Garis Tangan
Kisah ini sebenarnya tidak penting-penting amat. Menarik saja untuk ditulis. Jadi ketika Bhante di Sri Lanka, usianya masih belasan tahun. Di sana ada sebuah pagoda yang banyak dikunjungi orang untuk ziarah spiritual. Seperti layaknya tempat keramaian ziarah spiritual, di sana akan ada berbagai macam orang, mulai dagangan barang-barang bertuah, hingga tukang ramal.

Bhante Dhammika saat itu hanya melihat ada orang yang kok mau-maunya dibaca garis tangannya. Kemudian, pembaca garis tangan itu memanggilnya dan memintanya mengulurkan telapak tangannya. Dibacalah garis tangan tersebut, “Anda akan tinggal di dua negara yang berbeda selama bertahun-tahun.”

Ketika Bhante mengingat perjalanan hidupnya, Bhante membenarkan pembaca garis tangan itu. Kemudian, pembaca garis tangan tersebut, mengatakan, “Anda akan hidup sebagai anggota Sangha, sebagai seorang bhante.”

Lazimnya anak muda kala itu, ia tidak memercayai pembaca garis tangan. Setelah lebih dari 40 tahun, Bhante sedikit membenarkan pembaca garis tangan tersebut.

Hari Kedua
Sedari hari pertama, Bhante Dhammika ketika ditanya, apakah Bhante ingin mengunjungi suatu tempat di Jakarta ini sebelum balik ke Australia? Setelah diam sejenak, Bhante mengatakan, saya ingin ke toko buku dan Museum Nasional.

Kebetulan Museum Nasional ketika kami kunjungi sedang ada renovasi di gedung A hingga tahun 2018. Gedung A ini tersimpan berbagai macam artefak dan arca peninggalan masa Hindu dan Buddha di Nusantara.

Ketika di toko buku, Bhante hanya mencari satu entry buku, yaitu Borobudur. Akhirnya setelah berjalan-jalan mencari buku di dua toko terpisah, kami makan siang.

Agama Buddha di Asia
Bhante menuturkan bahwa ke depan, di Asia khususnya, ada dua negara di mana agama Buddha akan tumbuh dengan baik. Pertama, Taiwan! Kenapa di sana organisasi Buddhis banyak berkembang dan besar-besar, seperti Tzu Chi, Fo Guang Shan, dan Dharma Drum Mountain?

“Di sana saya melihat rasa antusias yang tinggi untuk pertumbuhan Dharma. Banyak buku Dharma, kegiatan meditasi, dan retret-retret yang dibimbing oleh anggota Sangha maupun umat.”

Kedua, agama Buddha akan berkembang dan tumbuh dengan baik adalah di Indonesia. Ya, Indonesia! Mengingat Indonesia terdiri dari banyak pulau, saya kemudian menanyakan lebih detail. Persisnya di mana Bhante, agama Buddha akan maju?

Lantas Bhante menjawab sembari tersenyum, “Kalau saya menyebut Indonesia, ya berarti pulau Jawa. Ke depan, di tanah Jawa, agama Buddha akan berkembang.” Sebagai orang Jawa, saya sedikit merasa mendapatkan berkelimpahan berkah mendengar apa yang disampaikan oleh Bhante.

Agama Buddha dan Jawa
Persisnya bagaimana Bhante agar agama Buddha dapat berkembang dengan baik di Jawa ke depannya?

“Jika saya tinggal di Jawa dan mendirikan sebuah tempat untuk meditasi, tidak ada pilihan lain selain menyerap budaya Jawa. Mulai dari arsitekturnya dan local wisdom masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa, memiliki pertautan yang dalam dengan agama Buddha. Inilah kenapa saya sampaikan agama Buddha akan berkembang di sana,” urai Bhante.

Bersambung…

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *