“Di dalam diri kita, segalanya telah tersedia untuk satu hal yang paling mendasar, hal yang paling diinginkan oleh semua makhluk hidup, yakni kebahagiaan. Kebanyakan diri kita, ke mana mencarinya? Umumnya banyak yang mencari kebahagiaan itu di luar diri.” (Pema Chodron)
Sebelum namanya dikenal sebagai guru spiritual, ia adalah seorang perempuan sederhana. Berkeinginan seperti perempuan pada umumnya, menikah, memiliki keluarga kecil, dan mempunyai keharmonisan keluarga, serta kebersamaan di dalam keluarga.
Setelah bertahun-tahun setia menemani suami tercinta, baik dalam suka maupun duka. Setelah merawat suaminya yang sakit, dan melihat suami terkasihnya sembuh, ia tentu merasa bahagia. Tetapi ternyata kehidupan memiliki caranya sendiri dalam membimbing manusia.
Suaminya yang tersembuhkan dari penyakit kemudian mengucapkan terima kasih pada istrinya. Selain mengucapkan terima kasih karena telah dirawat dengan baik, ia tak lupa mengucapkan permintaan maafnya, bahwa ia telah jatuh hati pada perempuan lain, dan minggu depannya mereka akan menikah.
Ketika Segalanya Menjadi Berantakan
Bisa dibayangkan bagaimana kesetiaan diganti oleh pengkhianatan? Ketulusan ditikam dari belakang. Kebaikan yang selama ini perbuat rasanya seperti dibakar oleh amarah bercampur dengan kesedihan yang mendalam.
Setiap hari, tidak ada yang dilakukan olehnya, selain duduk termenung sembari sesenggukan menangis. Jika sebelum segalanya berantakan, setiap pagi ia menyiapkan secangkir minuman hangat, kini cangkir tersebut diisi oleh air mata kepedihannya. Kesedihannya menutupi segalanya, matahari pagi yang bersinar hangat pun tak lagi mampu ia rasakan, segalanya menjadi dingin. Menangis, menangis, dan menangis.
Kenapa semua ini terjadi padaku? Kemalangan apa yang menimpaku? Kenapa aku? Apa salahku? Hatinya pilu, semakin meratapi keadaannya, ia semakin masuk ke lembah gelap yang bernama kesedihan.
Belajar Kembali ke Dalam Hati
Karena ia tak mau terlarut dalam kesedihan, ia mencari cara untuk sembuh. Ia sangat sadar, bahwa dirinya sedang sakit dan membutuhkan obat untuk kesembuhan luka jiwanya. Kemudian, ia belajar meditasi ke pusat meditasi yang diajar oleh Chogyam Trungpa.
Perasaan luka yang mendalam, ia sembuhkan dengan meditasi, belajar kembali ke dalam hati. Luka jiwanya ia peluk, ia dekap, ia sayang. Bimbingan dari gurunya inilah yang membuatnya tersembuhkan. Ketekunannya membuahkan hasil yang menakjubkan.
Ketika segalanya berantakan, dan di dalam diri kita tercipta luka-luka baru yang sangat dalam, Pema Chodron bertutur, “Segala rasa sakit yang pernah saya rasakan, dengan meditasi, sudut pandang saya menjadi berubah.
“Rasa sakit tidak lagi menjadi palu yang menghancurkan hati saya, melainkan rasa sakit adalah gerbang spiritual yang membuat hati kita menjadi semakin lebar. Membuat hati kita semakin terbuka. Rasa sakit tidak lagi membuat kita lari darinya tetapi untuk membuat kita semakin tumbuh, dan tentu saja, berubah ke arah yang lebih baik.”
Kemampuan Berterima Kasih
Jika orang-orang kebanyakan, akan berterima kasih pada hal-hal yang bersifat menyenangkan, hal-hal yang membahagiakannya, hal-hal yang membuat perasaannya nyaman, lain halnya dengan kualitas manusia seperti Pema Chodron, seorang yang didekap oleh belas kasih. Ia mampu berterima kasih tidak hanya pada pihak yang membuatnya bahagia, pihak yang membuatnya terluka pun, dengan rendah hati ia ucapkan terima kasih dengan tulus.
Karena, baginya jika tidak ada mantan suaminya yang telah mengkhianati cintanya ketika masih hidup berkeluarga, ia tidak akan mungkin masuk ke gerbang spiritual. Jika ada yang bertanya, siapakah yang paling berperan dalam hidupnya ketika masa-masa sulit?
“Pertama-tama rasa terima kasih itu saya persembahkan pada guru saya, Chogyam Trungpa yang telah membuka mata hatinya untuk tersembuhkan. Guru saya yang sesungguhnya adalah mantan suami saya.
Jika orang yang telah tersembuhkan dari luka jiwa, tidak ada kata terpendek yang mampu merangkum segalanya selain ucapan terima kasih dari hati yang terdalam.”
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara