Terik matahari masih terasa menyengat. Namun, anak-anak, pemuda, dan orang tua yang ada di halaman taman baca Kebun Makna seakan tidak peduli. Mereka merangsek duduk di atas papan kayu sambil sesekali mengusap keringatnya. Ruang-ruang kosong di tepi jalan sesak dipenuhi masyarakat dan para pedagang asongan. Sedangkan Banser dan pemuda sibuk mengatur jalannya lalu lintas di Jl. Wirodigdo, tepat berada di depan Kedai Kebun Makna.
Siang itu, ada acara yang cukup menyedot perhatian masyarakat sekitar. Pun, para pengendara motor dan mobil yang sedang lewat. Membuat penasaran untuk melirik spanduk berukuran 8×2 m2 yang terpampang di tembok dan spanduk ukuran 5×5 yang menggantung di pohon mangga. Terpampang foto para narasumber yang akan mengisi acara festival dan moderasi beragama yang diselenggarakan Puslitbang Kementerian Agama Republik Indonesia dan Lembu Wikarta.
Di halaman Kedai Kopi dan Taman Baca Kebun Makna, juga berjejer Jaran Kepang yang ditata rapi. Sebagai persiapan sebelum pertunjukan dimulai. Sedangkan di atas panggung dipenuhi peralatan music tradisional gamelan untuk mengiringi pertunjukan Jaran Kepang.
Tepat pukul 14.00 WIB, semua orang menoleh ke samping. Penasaran melihat para pemain jaran kepang yang sedang berjalan dengan berbaris rapi. Beriringan menuju deretan jaran kepang yang sudah menunggu empunya. Sorak sorai pengunjung semakin meriah. Merangsek ke depan memenuhi ruang kosong. Tanpa diarahkan, mereka membuat lingkaran.
Musik pengiring mulai mengeluarkan bunyi. Memberikan irama untuk menggerakkan pemain jaran kepang. Suasana di Kebun Makna semakin meriah, mereka yang ada di dalam kafe pun ikut keluar. Orang-orang yang awalnya berteduh di halaman rumah-rumah warga merangsek ke lokasi. Riuh meriah.
Tari jaran kepang semakin semangat menghibur penonton. Tarian semakin meliuk-liuk. Musik pengiring tak henti-henti menabuh kendang. Tepuk tangan penonton ikut mengisi seiring irama musik.
Belum selesai menghela nafas, para penonton dibuat semakin penasaran. Karena ada bunyi lirih musik namun tidak ada wujud apa yang ditampilkan. Bunyi itu semakin lama semakin mendekat. Penonton penasaran dan keluar dari lokasi, merangsek ke pinggir jalan. Ternyata ada lagi pertunjukan yang tidak kalah menarik dari jaran kepang. Tak berselang lama bunyi musik tersebut semakin seru. Tampak dari jauh rombongan barongsai menuju lokasi taman baca Kebun Makna. Ada lima barongsai yang sedang berjalan dengan atraksinya. Ada warna kuning, merah, pink, putih, dan orange.
Dalam atraksinya, Barongsai mencoba menggoda para penonton. Sebagian penonton juga rela nyawer uang dengan menggoda barongsai. Dengan sigap barongsai mencaplok uang yang telah dipegang penonton. Tepuk tangan penonton semakin riuh.
Selain kesenian di atas, ada juga penampilan lain yang terus menghibur penonton. Group music anak-anak yang diasuh oleh Presiden Musikindo juga ikut menggemparkan acara festival toleransi di dusun Karang sanggrahan, Plosogede Ngluwar. Ada delapan artis kecil yang menyanyikan lagu-lagu perdamaian dan toleransi. Mereka show satu persatu secara bergantian. Mereka datang dari Purworejo, Magelang, dan Yogyakarta. Di bawah asuhan Helmi, sang pencipta lagu sekaligus arransemen.
Juga ada hadrah dan badut yang ikut meramaikan acara festival toleransi. Acara tersebut dilaksanakan dalam rangka memperingati hari perdamaian internasional (International Day of Peace) yang jatuh pada 21 September. Tidak hanya di Indonesia, acara peringatan hari perdamaian internasional ini juga dirayakan di seluruh penjuru dunia. Karena semangat yang ada dalam hari perdamaian adalah menyuarakan kepada semua bangsa dan masyarakat agar hidup damai dan tidak ada konflik.
Sementara di acara festival, panitia mengambil tema tentang memperkuat budaya dan spirit dalam dalam moderasi beragama. Hal ini selaras dengan keputusan Menteri Agama yang menjadikan tahun 2022 sebagai tahun toleransi. Tahun dimana penting untuk saling menghargai, saling menerima perbedaan dan salin rukun meskipun berbeda.
Pesan Para Tokoh Agama dalam Festival Toleransi
Di sela-sela pertunjukan kesenian dan hiburan rakyat. Ada sesi pidato dari perwakilan tokoh agama. Mereka para tokoh berbicara tentang hidup rukun, hidup saling menghargai dan bagaimana masing-masing perspektif dari para tokoh tersebut.
Salah satunya yang memberikan pidato adalah K.H. Muhammad Yusuf Cudlori, pengasuh pondok pesantren API, Tegalrejo Magelang. Beliau berpesan tentang makna toleransi dalam perspektif Islam. Menurut Gus Yusuf, dalam Islam toleransi bisa disebut tasammuh. Karena yang dibutuhkan adalah tasammuh (saling menghormati) dan bukan tasydiq. “Awak dewe itu cukup menghargai, tidak harus meyakini.” Ungkap Gus Yusuf dalam pidatonya.
Gus Yusuf juga bercerita bahwa beliau belum lama ini pergi ke Kudus, Jawa Tengah. Menurut beliau, Kudus merupakan kota toleransi karena kota Kudus, selain terkenal sebagai kota wali juga terkenal dengan sotonya. Soto kudus yang biasanya memakai mangkok kecil itu justru mempunyai makna yang dahsyat. Karena mempunyai filosofi dan sejarah dalam toleransi.
Soto kudus yang asli, dagingnya bukan dari daging sapi. Namun dari daging kerbau. Itu kenapa? Karena menurut Gus Yusuf, saat Sunan Kudus melihat bahwa sapi merupakan hewan suci bagi umat Hindu. Sehingga yang paling dikedepankan oleh Sunan Kudus adalah prinsip dan nilai menghormati. Sunan Kudus betul betul mempertimbangkan kerukunan di masyarakat. Maka dari itu, penting hidup rukun dan hidup berdampingan. Itu pesan dari Gus Yusuf kepada masyarakat yang hadir.
Sementara tokoh agama Buddha, Banthe Ditthisampanno, Ph.D. memberikan pesan penting dari ajaran agamanya. Festival kali ini tentang toleransi adalah untuk menghayati satu kedamaian yang ada di Indonesia. Khususnya di Magelang. Karena kita hidup di Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu.
Banthe, yang memakai pakaian khas agama Buddha, warna orange juga memberikan pesan bahwa dalam ajarannya juga mengajarkan cinta kasih yang universal. Hal ini sebagai pelindung dunia dalam perdamaian. Kenapa disebutkan bahwa cinta kasih disebutkan? dengan memiliki cinta kasih secara otomatis akan menghilangkan kebencian, ketidaksenangan, dan prasangka. Maka dalam Buddha juga sering diucapkan “Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta atau semoga semua makhluk berbahagia”. Pungkasan.
Bonaventura Bosrianto, dari Katolik juga menggambarkan situasi masyarakat disekitarnya. Gambaran pertama, dalam satu keluarga ada bapak dan ibu, belum punya anak. Bapak yang jelas makannya banyak. Tapi tentang pakaian cuma sedikit. Tetapi untuk ibu makannya sedikit tapi kebutuhannya banyak. Tapi dalam satu keluarga itu tidak menjadi masalah karena keduanya saling pengertian dan saling memahami.
Gambaran kedua, kita hidup itu mempunyai panca indra. Panca indra itu kerjanya berbeda-beda. Misalnya mata untuk melihat, telinga untuk mendengarkan. Hidung untuk mencium, lidah untuk merasa, kulit itu rasa. Lima-lima nya berbeda. Tapi dengan otak disuruh Bersama. Latar belakang keluarganya juga beragam agama. Saudara kandungnya ada yang Islam dan Kristen.
Pdt. Gledis Angelita, dari Kristen mengibaratkan sebuah kue lapis. Dimana kue lapis tersebut jika dilihat warna-warni. Jarang sekali atau bahkan tidak ada kue lapis hanya satu warna. Itu juga menggambarkan sebuah keragaman dalam kehidupan. Gledis juga mengajak kepada masyarakat untuk hidup rukun. Momentum festival toleransi tersebut penting untuk diperluas agar masyarakat hidup rukun dan damai.
“Maka jadilah seperti kue lapis tadi. Kalau Bersama rukun, guyup, maka rasanya enak” ajaknya.
Pesan Khusus Kemenag RI
Selain dihadiri para tokoh lintas agama, acara festival toleransi juga dihadiri langsung oleh staf ahli kementerian agama, Prof. Abu Rochmad. Dalam sambutanya beliau dengan terang mengajak kepada masyarakat untuk hidup berdampingan.
Karena menurut Prof. Abu Rochmad, modal sosial yang dibutuhkan, apapun namanya tetapi yang terpenting adalah menjaga kerukunan. “pokoke sampean niku rukun. Kalau kita tidak rukun maka tidak bisa bertemu seperti ini, dan tidak mudah untuk bertegur sapa. Dan intinya, jelas toleransi, rukun ini menjadi hal yang maslahat bagi kita semua. Pokoknya semua hal yang baik-baik pasti didukung kitab suci.” Pungkasnya.
Sementara Kholil Rohman, sebagai panitia penyelenggara merasa senang dan sangat berterima kasih atas suksesnya acara tersebut. Gus Maman, panggilan akrab dari Kholil Rohman berpesan agar dalam kehidupan di masyarakat untuk saling menghormati, saling menerima perbedaan dan saling menghargai satu sama lainnya.
“kita mempunyai tugas untuk saling mengingatkan diri untuk kedamain Indonesia, dan itu bisa dilakukan dari hal terkecil, keluarga kita” pesannya kepada masyarakat dengan disambut tepuk tangan.
Tak terasa, acara festival toleransi yang dimulai pkl. 14.00 WIB selesai hingga menjelang maghrib, pkl. 17.30 WIB. Tak mengurangi rasa hormat kepada tamu undangan, penonton dan masyarakat sekitar. MC, yang dibawakan oleh Sulaiman dan Munir terpaksa menutup acara dengan meminta maaf kepada hadirin karena acara memang harus selesai. Doa terbaik dari acara tersebut adalah semoga masyarakat hidup rukun, dan Indonesia damai. (MH/MM)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara