Lebih dari Māra yang membuat onar sepanjang malam
Adalah Yakkha Āḷavaka yang menakutkan, bengis dan congkak
Raja para Bijaksana menaklukkannya, menjinakkannya dengan kesabaran;
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.
Agama Buddha banyak dipengaruhi oleh tradisi dan budaya India kuno. Salah
satunya terkait mitologi. Dalam ajaran Buddha, sebagaimana dicatat dalam kitab
suci agama Buddha, terdapat berbagai macam makhluk mitos seperti kinara-kinari,
naga, dan yakkha. Yakkha sendiri adalah sosok makhluk raksasa. Salah satu
yakkha yang terkenal dengan kebengisan dan kecongkakkannya Bernama Yakkha
Alavaka.
Pertemuan antara Buddha Gotama dengan Yakkha Alavaka sebenarnya merupakan
bentuk kasih sayang Buddha kepada Yakkha Alavaka yang terus-menerus menebar
ketakutan. Sebelumnya, Raja Alava yang gemar berburu di hutan melepas lelah
seorang diri di dekat sebuah pohon banyan yang merupakan kediaman Yakkha
Alavaka. Yakkha Alavaka menangkap raja namun sebagai ganti dirinya, raja
bernegosiasi dengan Yakkha Alavaka untuk melepaskannya dan akan
mempersembahkan kurban manusia setiap harinya. Yakkha pun setuju dan raja
melaksanakan janjinya tersebut.
Awalnya hanya para pembunuh dan penjahat saja yang diutus sebagai kurban,
namun ketika semua penjahat habis di kerajaan, raja mulai memerintahkan untuk
mengirimkan kurban anak-anak. Akibatnya, dalam dua tahun tidak ada lagi anak
kecil di kerajaan tersebut kecuali putra mahkota. Dengan berat hati raja hendak
mengirimkan putra mahkotanya sebagai tumbal. Pada pagi hari yang sama, Buddha
Gotama yang saat itu sedang bersemayam di Vihara Jetavana menerawang bahwa
Pangeran Alava mempunyai timbunan karma baik yang mana ia dapat mencapai
tingkat kesucian Anagami. Demikian pula Yakkha Alavaka juga mempunyai
timbunan karma baik sehingga ia dapat mencapai tingkat kesucian Sotapanna.
Buddha pun memutuskan untuk berpindapatta menuju kediaman Yakkha Alavaka.
Di depan pintu kediaman Yakkha, penjaga pintu memperingatkan Buddha untuk
tidak mendekat karena berbahaya. Namun Buddha menegaskan bahwa tidak akan
terjadi apa-apa padanya. Buddha pun masuk dan duduk di singgasana Yakkha
Alavaka. Saat itu Yakkha Alavaka sedang tidak berada di kediamannya. Para selir
yakkha pun datang dan memberi hormat kepada Buddha dan diikuti dengan uraian
khotbah Buddha kepada mereka.
Ketika Yakkha Alavaka mendengar bahwa Buddha Gotama mendatangi istananya,
ia begitu marah hingga menendang Gunung Kailasa dan berteriak dengan suara
yang menggema ke seluruh Jambudwipa. Tanpa menunda lagi, Yakkha Alavaka pun
kembali ke kediamannya untuk mengusir Buddha. Ia menciptakan badai dari empat
penjuru namun dengan kekuatan cinta kasih, semua itu tidak dapat melukai Buddha.
Kemudian Yakkha mengirimkan hujan lebat, hujan senjata, hujan pasir, arang, abu
dan kegelapan. Terakhir, Yakkha mengubah wujudnya menjadi makhluk yang
sangat menyeramkan, namun semua usahanya sia-sia. Ia menjadi amat lelah.
Dengan lemah lembut Yakkha meminta Buddha untuk meninggalkan kediamannya.
Buddha menyadari bahwa Yakkha Alavaka telah memahami kalau kemarahannya
tidaklah berguna. Maka Buddha pun berdiri dan meninggalkan singgasana tersebut.
Yakkha pun hendak mengetes Buddha dengan memanggil masuk dan keluar
berulang kali. Namun ketika Yakkha Alavaka berkata untuk yang keempat kalinya,
Buddha menolak dan menanyakan apa yang dapat Beliau lakukan untuknya.
Yakkha yang mendengar jawaban itu pun berpikir dan kemudian berkata, “Baiklah
Yang Mulia, saya akan mengajukan pertanyaan. Apabila Anda tidak mau menjawab
pertanyaan saya, saya akan mengacaukan pikiran Anda, atau membelah jantung
Anda, atau memegang kedua kaki dan melemparkan Anda ke seberang sungai
Gangga.”
Buddha menjawab bahwa tidak mungkin hal tersebut dapat terjadi, namun Beliau
bersedia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Yakkha. Yakkha Alavaka pun
menanyakan hal-hal berikut ini:
“Apakah milik manusia yang paling berharga?
Praktek apakah yang membawa kebahagiaan?
Apakah yang paling manis dari semua rasa?
Bagaimana cara yang terbaik dalam menjalani kehidupan ini?”
Buddha menjawab:
“Keyakinan adalah milik manusia yang paling berharga.
Dhamma yang dipraktekkan dengan benar akan menghasilkan kebahagiaan.
Kebenaran adalah yang termanis dari semua rasa.
Kehidupan yang dijalani dengan pengertian adalah yang terbaik.”
Kemudian Yakkha Alavaka bertanya lagi:
“Bagaimanakah seseorang menyeberangi arus?
Bagaimanakah seseorang menyeberangi laut?
Bagaimanakah seseorang mengatasi penderitaan?
Bagaimanakah seseorang disucikan?”
Buddha menjawab:
“Dengan keyakinan seseorang menyeberangi arus.
Dengan perhatian benar seseorang menyeberangi laut.
Dengan usaha seseorang mengatasi penderitaan.
Dengan kebijaksanaan seseorang disucikan.”
Yakkha Alavaka bertanya kembali:
“Bagaimanakah kebijaksanaan diperoleh?
Bagaimanakah kekayaan didapatkan?
Bagaimanakah ketenaran diperoleh?
Bagaimanakah mempererat persahabatan?
Ketika meninggalkan dunia ini menuju ke dunia lain, bagaimana agar orang tidak
bersedih?”
Buddha menjawab:
“Orang yang memiliki keyakinan, perhatian dan pandai memperoleh kebijaksanaan
dengan mendengarkan Dhamma dari Para Suci, Yang membimbing ke Nibbana.
Dia yang melaksanakan apa yang pantas dilaksanakan, tidak tergoyahkan dan giat
berusaha, memperoleh kekayaan.
Dengan kebenaran seseorang memperoleh ketenaran.
Kedermawanan mempererat persahabatan. Perumah tangga setia yang memiliki
keempat kebajikan ini : kejujuran, moral yang baik, semangat dan kedermawanan,
tidak akan menderita setelah meninggal dunia.
Tanyakanlah kepada para pertapa dan brahmana yang lain, apakah ada yang lebih
hebat dari pada kejujuran, pengendalian diri, kedermawanan dan kesabaran.”
Setelah mengerti dengan baik maksud dari sabda Buddha, Yakkha Alavaka pun
memuji Buddha dan Dhamma Yang Mulia dengan mengucapkan kata “Sadhu”. Saat
itu, Pangeran Alava dan rombongan tiba di kediaman Yakkha dan menyaksikan
kejadian dimana Yakkha Alavaka bernamaskara di hadapan Buddha Gotama.
Rombongan ini pun menyerahkan pangeran Alava kepada Yakkha, namun Yakkha
yang merasa malu kemudian menyerahkan pangeran kepada Buddha Gotama.
Dengan kasih sayangnya, Buddha mengembalikan pangeran kepada para pengawal
yang sejak saat itu pangeran disebut Hatthalavaka. Penduduk negeri pun bersorak
mengetahui Buddha yang berhasil menaklukkan Yakkha Alavaka. Raja dan para
penduduk berduyun-duyun datang menemui Buddha dan memberikan
penghormatan. Ketika pangeran Alava beranjak dewasa, raja memberitahunya
bahwa hidupnya telah diselamatkan Buddha Gotama. Oleh karena itu, pangeran
bersama dengan lima ratus pengikutnya masuk ke dalam Sangha dan mencapai
tingkat kesucian.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara