• Wednesday, 4 November 2015
  • Ngasiran
  • 0

Beberapa bulan yang lalu saya menulis tentang umat Buddha daerah Temanggung, Jawa Tengah khususnya di Kecamatan Kaloran yang cenderung mengalami penurunan baik secara kualitas maupun kualitas. (Baca Penyebab Jumlah Umat Buddha di Temanggung Berkurang)

Masih dari daerah Temanggung, kali ini saya mencoba melihat potret umat Buddha Temanggung namun di kecamatan yang berbeda, yaitu umat Buddha Vihara Giri Bala yang berada di Desa Pagergunung. Vihara Buddha Giri Bala bukan hanya membina umat, namun juga ikut meningkatkan taraf ekonomi dan pendidikan umat.

Secara administratif, Desa Pagergunung berada di Kecamatan Pringsurat. Pagergunung berada pada ketinggian 670 mdpl dan berjarak 10 km dari ibukota Kecamatan Pringsurat, 15 km dari ibukota kabupaten. Pagergunung mencakup daerah seluas 388 ha yang semuanya lahan bukan sawah yang dipergunakan untuk bangunan, pekarangan, ladang tegalan, perkebunan, dan hutan rakyat. Rata-rata masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani tanaman pangan perkebunan dan peternak.

Agama Buddha berkembang di Pagargunung mulai tahun 1968 bersamaan dengan berkembangnya umat Buddha di Desa Wonokerso, Pingit, dan Klepu (Kecamatan Kranggan). Namun seiring berjalannya waktu, umat Buddha di Desa Wonokerso, Pingit dan Klepu habis dikarenakan kurangnya pembinaan.

“Wonokerso, Pingit dan Klepu pada awal perkembangannya satu paket dengan umat Buddha Pagergunung karena memang dari satu guru yaitu Romo Prawira dan Romo Kirto dari Salatiga, namun yang bertahan hingga sekarang hanya umat Buddha Pagergunung. Untuk tiga daerah yang lain sekarang sudah habis padahal dulu umatnya banyak,” ujar Untung Surasa (46), salah satu tokoh Buddha Pagargunung.

Saat ini komunitas umat Buddha Pagergunung walaupun minoritas dan tergolong sedikit, namun bisa dikatakan sebagai umat yang maju dalam menjalankan kehidupan spiritual sebagai umat Buddha dan telah berhasil mengembangkan ekonomi komunitas. Bahkan hingga sekarang umat Buddha yang berada di bawah binaan Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) ini menjadi inspirasi umat beragama lain dalam bidang pendidikan dan pengembangan ekonomi.

Namun untuk berhasil mencapai keadaan yang seperti sekarang tentu ada sejarah panjang dan perjuangan besar. Terlebih lagi umat Buddha di daerah ini adalah minoritas, sehingga tidak jarang mendapat kesulitan dalam mengurus administrasi kependudukan, termasuk izin mendirikan rumah ibadah atau vihara pada awal perkembangannya.

Dengan modal keyakinan terhadap ajaran Buddha dan semangat kebersamaan, umat Buddha Vihara Giri mampu melewati semua rintangan. Yang menarik dari umat Buddha vihara ini adalah pengembangan ekonomi komunitas sehingga dapat menopang kegitan-kegiatan vihara dan pendidikan generasi mudanya.

“Usaha untuk mempertahankan agama Buddha di desa ini dari awal sudah berat, bahkan untuk mengumpulkan kas vihara, dulu umat harus ikut buruh ngangkut kayu. Dan kendala umat Buddha adalah ekonomi, baik vihara maupun umat sendiri. Dari pengalaman itulah ketika kebaktian anjangsana ke rumah warga muncul ide-ide usaha,” jelas Untung.

Hingga saat ini umat vihara ini telah menjalankan berbagai usaha untuk menopang kas vihara dan mengembangkan ekonomi umat yaitu: penyewaan sound system, tenda hajatan, pohon cinta kasih, dan koperasi Buddhis.

“Apa pun kita lakukan supaya vihara tidak menjadi beban umat, namun vihara juga bisa membantu mengatasi masalah warga dalam hal ekonomi,” lanjut Untung.

20151104 Vihara di Pagergunung, Temanggung Ikut Meningkatkan Perekonomian dan Pendidikan Umat_2 20151104 Vihara di Pagergunung, Temanggung Ikut Meningkatkan Perekonomian dan Pendidikan Umat_3

Dalam menjalankan usaha, umat menggunakan sistem yang menarik. Keuntungan yang diperoleh koperasi Buddhis, selain dibagikan kepada anggota, juga digunakan untuk membiayai sekolah anak-anak Pagergunung, termasuk untuk beasiswa anak-anak pesantren Buddhis di Gunung Kidul, Yogyakarta. Hingga saat ini peternakan kambing sudah dikembangkan sampai ke daerah Gandong, Pakisan, hingga Kabupaten Pati.

Pohon cinta kasih juga merupakan terobosan menarik yang dilakukan oleh umat Buddha vihara ini. Vihara membelikan bibit sengon laut yang dibagikan kepada umat sebanyak 20 batang per KK untuk ditanam di lahan masing-masing. Saat panen, dari 20 pohon tersebut, 3 pohon didanakan kembali ke vihara.

“Kita melatih kesadaran berdana umat melalui penanaman pohon cinta kasih ini. Kalau harus dana uang yang banyak kan berat ya. Tapi kalau dengan seperti ini, warga melalui perawatan, pemupukan dan menggunakan lahan mereka kan sudah berdana, dan mereka juga mendapat manfaat dari kayu mereka sendiri,” ujar Bhikkhu Badra Palo, salah satu putra daerah Pagergunung yang menjadi bhikkhu.

Dari pohon sengon ini, tidak kecil uang yang dihasilkan, bahkan pada acara peresmian vihara sebagian besar menggunakan uang hasil penjualan pohon sengon ini.

Selain dari segi ekonomi, umat Buddha Pagergunung juga maju dalam hal pendidikan, bahkan dari semua pemuda Buddhis hingga saat ini hanya 2 orang yang tidak lulus SMA, 15 orang telah lulus sarjana dan 2 orang menjadi anggota Sangha.

“Kalau masalah pendidikan, walaupun jumlah umat kita sedikit, tapi kita tidak kalah dengan umat agama lain, bahkan kita menjadi barometer di Kecamatan Pringsurat,” ujar bhikkhu lulusan STAB Smaratungga, Boyolali ini.

Selain itu, dalam pembangunan sarana puja bakti vihara, umat Buddha vihara ini juga bisa dikatakan telah berhasil dengan baik. Dengan semangat gotong royong, bahkan ibu-ibu dengan menggendong anak, juga semangat ikut membawa dan membuat bahan material.

Keberhasilan tersebut terlihat dengan berdirinya bangunan megah vihara dua lantai yang berukuran cukup besar bagi umat Buddha sebanyak 22 KK. Vihara dengan ukuran 15 x 8 meter yang dibangun di atas tanah seluas 20 x 12 ini dibangun secara gotong royong warga. Meskipun awalnya mengalami banyak kesulitan, namun vihara ini akhirnya berdiri kokoh dan diresmikan pada bulan Juli 2015 yang lalu.

Pola pemberdayaan ekonomi dan pendidikan umat Vihara Pagergunung mungkin bisa dicontoh daerah lain, terutama untuk umat Buddha yang berada di pedesaan.

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *