• Thursday, 4 June 2015
  • Sutar Soemitro
  • 0

Aristo bertanya kepada Suryadi, “Hai Suryadi, agamanya apa?”
“Buddha,” jawab Suryadi pelan nyaris tak terdengar.
Aristo mengulangi pertanyaannya sambil lebih mendekatkan telinganya ke arah Suryadi yang kembali memberi jawaban yang sama dengan suara yang malah makin pelan.
“Bangga banget ya?!” Aristo menimpali dengan nada meledek ironis.

Beberapa audiens cekikikan melihat tingkah kocak dua MC itu. Mereka sedang memandu acara “Tribute to Buddha’s Legacy: Ignite the Spirit of Dhamma” atau TBL 2015 yang diadakan oleh Buddhist Reborn Vihara Theravada Buddha Sasana di MGK Kemayoran, Jakarta pada Sabtu (30/5/2015).

“Yang ketawa tuh, kehidupan nyatanya begitu tuh,” celetuk Aristo kepada 2000 anak muda Buddhis yang hadir siang hingga malam itu.

Namun usai mengikuti acara itu bisa dipastikan sikap malu-malu menyebut dirinya Buddhis berubah menjadi teriakan kencang penuh percaya diri, “I’m proud to be Buddhist!”

Adalah motivator kondang Andrie Wongso yang mengawali membakar anak-anak muda itu agar berani bangga mengakui sebagai Buddhis. Ia memulai dengan acungan jempol karena acara konferensi ini diikuti oleh anak muda dari berbagai sekte.

“Kalau cuma (diikuti) satu sekte, saya tidak akan muncul. Ternyata (yang hadir semua sekte). Memang yang seperti ini luar biasa! Bisa kumpul dari berbagai macam sekte, itu baru luar biasa!” seru Andrie Wongso.

Kemudian ia melanjutkan, “Dhamma adalah mutiara yang luar biasa, karena apa pun problem bisa diatasi,” jelas Andrie Wongso.

Menurutnya, Buddha Dhamma memang tua, memang kuno, tapi tetap segar dan luar biasa! “Kita beruntung sekali mengenal Buddha Dhamma. Kita lihat di Eropa dan Amerika, Buddha Dhamma sudah diterima dan maju sekali,” lanjut Andrie. Andrie Wongso juga berharap agar selesai acara ini, semua anak muda yang hadir saling menjaga ikatan agar tahun depan yang hadir bisa tiga kali lipat.

Pertanyaannya, bagaimana caranya agar kita bisa bangga menjadi seorang Buddhis? Dan setelah bangga, apa yang harus kita lakukan? Jawabannya adalah sebuah slogan kampanye #WakeUpSpeakUp.

Roby Oktober, Dharmaduta muda yang menjadi moderator sesi talkshow Inspiring Buddhist Youth menjelaskan, Wake Up adalah bagaimana kita mengenal, memahami, dan mendapatkan manfaat dari Dhamma. Sedangkan Speak Up adalah ketika kita sudah mendapatkan manfaat dari Dhamma, kita mulai berkontribusi untuk Dhamma. Bagaimana kita memberikan pengaruh kepada lingkungan kita.

Sesi pengenalan Dhamma dilakukan oleh pembicara Buddhis terkenal asal Malaysia, Dr. Wong Yin Onn yang ditemani oleh Dharmaduta muda Hendra Lim. Ia menjelaskan, agama Buddha bukan sekadar keyakinan. Buddhisme memiliki konsep keyakinan yang berbeda dengan agama theistik (samawi) yang lebih umum sering kita kenal. Buddhisme tidak mengenal konsep Tuhan sebagai pencipta dan adi kuasa.

“Tema hari ini adalah Tribute to Buddha’s Legacy (Menghargai Warisan Buddha), warisan seperti apa? Kebenaran,” jelas Dr. Wong. Dan prinsip kebenaran tersebut sangat sejalan dengan sains.

“Satu hal yang sering membuat kita bangga beragama Buddha,” lanjut Dr. Wong, “adalah kutipan dari Albert Einstein, ‘Jika ada agama yang cocok dengan sains modern itu adalah agama Buddha’. Sains modern adalah kebenaran, dan karena itulah saya bangga beragama Buddha.”

Ia juga menyatakan, ia lebih tepat dibilang bersyukur dibandingkan sekadar bangga. “Tapi kita boleh bangga sebagai umat Buddha jika saja telah membuat kita menjadi orang yang rendah hati, toleran, lebih menghargai orang lain, mempunyai kasih, dan lebih percaya diri,” ujar Dr. Wong.

20150604 WakeUpSpeakUp I’m Proud to be Buddhist_2

Sedangkan manfaat Dhamma ditunjukkan oleh tiga pembicara anak muda Buddhis yang inspiratif. Mereka adalah Hendra Achonk, aktivis muda yang sering memberikan bimbingan rohani Buddhis di sejumlah lembaga pemasyarakatan. Kemudian Arya Vandana, salah satu pendiri dan ketua Buddhist Reborn yang merevolusi citra anak muda Buddhis agar terlihat lebih gaul dan menyenangkan bagi anak muda, terutama di wilayah Kelapa Gading.

Dan yang terakhir adalah Yasa Paramita Singgih yang telah menjadi seorang milyarder pada usia 19 tahun karena mendirikan bisnis fashion dengan label Men’s Republic. Sejak kecil ia selalu ditanamkan untuk aktif ke vihara oleh kedua orangtuanya, dan kini ia menjadi Dharmaduta muda dan pemimpin redaksi Buletin Tridharma. Talkshow dipandu oleh Roby Oktober.

Ketiganya memiliki persamaan, sama-sama berasal dari keluarga biasa. “Saya masih ingat satu pesan bapak saya,” bilang Yasa. Ketika itu ia bertanya kepada ayahnya, “Apa yang membuat keluarga kita aktif (di agama Buddha) sampai segininya?”

Ayahnya, Marga Singgih, yang merupakan salah seorang Dharmaduta senior menjawab, “Yasa, hidup membaktikan diri di jalan ini tidak ada jaminan apa pun, selain kecukupan dan kebahagiaan.”

“Bukan masalah mampu atau tidak mampu, tapi masalahnya apakah kita mau berkontribusi untuk Dhamma,” lanjut Yasa.

Acara pada hari itu memang terlihat jauh berbeda dengan acara-acara Buddhis pada umumnya. Euforianya terasa sangat kuat. Dan itu diperkuat dengan konsep acara, tata lampu, sound system, lighting, video, pengisi acara, pengemasan, MC, moderator, hingga narasumber yang jempolan. Alunan piano dan vokal Irvyn Wongso berpadu merdu dengan acara yang mengalir. Begitu juga dengan LSR dan Young Boys yang tampil energik. Berkali-kali audiens ikut berdiri, bernyanyi dan tepuk tangan bersama, atau berteriak histeris.

Bukan hanya merasakan euforia dan bersukacita bersama, semua hadirin yang datang membawa pulang masing-masing sebuah gelang karet bertuliskan Wake Up Speak Up! Roby Oktober mengajak semua hadirin bersama-sama memakai gelang tersebut. Setelahnya, suaranya melengking penuh tenaga.

“Bertahun-tahun, belasan tahun, puluhan tahun, kita menginginkan Buddha berkembang lebih cepat. Kita menginginkan Dhamma bisa didengar di lebih banyak orang. Kita menginginkan Sangha dapat bersatu tanpa membeda sekte apa pun. Tapi selama ini belum banyak yang kita lakukan.

“Tidak sedikit orang yang hanya bisa berkomentar, tanpa kontribusi! Tidak sedikit orang yang bahkan hanya diam dan membisu! Ke depan, Buddhis akan memiliki wajah baru, wajah yang berubah menjadi lebih baik. Karena pada hari ini telah berkumpul 2000 pemuda-pemuda Buddhis Indonesia!

“Kita berkumpul untuk menyatukan hati dan pikiran, kita berkumpul untuk berkomitmen untuk bersama-sama, kita bangkit dan juga berkontribusi untuk Dhamma!

“Tidak ada badai yang bisa menghadang kita, jika kita bersama. Hari ini merupakan hari yang tepat untuk menyerukan suara yang sama. Suarakan bahasa yang sama: Wake Up!”

Dan hadirin pun menyahut dengan teriakan paling kencang yang diikuti tepuk tangan membahana, “Speak Up!”

20150604 WakeUpSpeakUp I’m Proud to be Buddhist_3

“Acara ini sangat bagus, meriah, sangat memotivasi terutama untuk pemuda-pemudi Buddhis di Indonesia. Soalnya rata-rata yang beragama Buddha masih kurang bangga dan bersyukur dengan agamanya sendiri, yaitu agama Buddha,” ujar Aldo Irawan dari Bekasi yang kuliah di Universitas Trisakti.

Bahkan Dr. Wong sendiri sampai menyebut, anak muda Buddhis di Indonesia jauh lebih maju dibandingkan di negaranya Malaysia atau Singapura yang cenderung masih konservatif.

“Buddhist Reborn membuat Buddha Dhamma menyenangkan bagi anak muda, membuat vihara tidak lagi membosankan bagi anak muda. Namun di saat bersamaan mengajarkan Dhamma,” puji Dr. Wong.

“Saya pikir pengemasan (Dhamma) sangatlah penting, dikemas secara menarik bagi anak muda,” tambah Dr. Wong.

Wenny Lo sendiri sebagai Ketua Yayasan Vihara Theravada Buddha Sasana merasa terharu atas antusiasme anak muda Buddhis yang hadir pada acara ini. “Mereka sebenarnya haus akan Dhamma, tapi mereka haus juga akan suasana kebersamaan tanpa melihat sekte, organisasi apa pun juga, kita bisa bersatu di sini. Dan ternyata luar biasa!” ujar Wenny Lo.

“Harapan kami, setelah ini banyak organisasi yang terinpirasi yang akan menciptakan event dengan packaging yang lebih bagus lagi,” timpal Bella Natalia, ketua panitia yang juga ketua Buddhist Reborn.

“Kita semua adalah generasi muda yang memiliki modal tenaga dan waktu paling besar untuk bertindak. Dan sekarang adalah waktunya kita untuk berani mengambil tanggung jawab lebih.”

“Yang membuat saya bangga bukanlah seberapa sukses dan dibilang kerennya acara TBL 2015, tetapi efek yang ditimbulkan setelah acara berakhir,” tulis Bella di akun FB. Ia bercerita bagaimana euforia TBL 2015 masih terus terasa walaupun telah berlalu beberapa hari. Ada beberapa aktivis Buddhis dan organisasi lain yang mengajaknya membuat gerakan lanjutan. Bahkan ada temannya yang kemudian sampai bertekad untuk menjadi Dhammaduta mulai tahun ini.

“Let’s make a difference! #WakeUpSpeakUp!” seru Bella.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *