• Sunday, 20 May 2018
  • Hendry F. Jan
  • 0

“Kok kamu mau belajar sulap?” tanya seorang teman sekantor saat penulis baru saja selesai tampil bermain sulap mengisi acara 17 Agustusan di kantor.

“Lho… emangnya kenapa?” penulis balik tanya.

“Sulap itu bersekutu dengan setan. Untuk bisa sulap, kita harus bersekutu dengan setan, jin, menggunakan kekuatan dari dunia kegelapan, bla… bla… bla…” katanya.

Penulis hanya tertawa. Itu terjadi belasan tahun lalu. Apakah sekarang masih ada yang berpandangan seperti itu? Tampaknya masih ada. Saat baca berita tentang sulap atau menonton video sulap di YouTube, ada saja yang masih menuliskan komentar seperti itu. Sulap dapat terjadi karena bantuan jin!

Untuk mengubah pandangan rekan penulis tersebut, penulis mainkan sebuah trik sulap sederhana dengan 2 batang korek api. Lalu penulis bertanya, “Bagaimana dengan trik sulap ini?”

“Pasti dibantu jin. Mustahil korek api itu bisa berpindah hanya dengan ditiup atau ucapan sim salabim,” jawabnya.

Dengan terpaksa penulis bongkar trik sulap itu. Penulis mainkan dengan gerakan lambat dan menjelaskan bagaimana cara kerja trik sulap itu. Akhirnya dengan sedikit penjelasan, dia punya pemikiran yang berbeda dari sebelumnya. Trik itu murni trik, bukan bantuan jin dan sejenisnya.

Sulap itu Berbohong?

Ada yang menganggap sulap itu bohong, dan berbohong itu melanggar sila ke-4 Pancasila Buddhis. Jika penulis bermain sulap, itu artinya melanggar sila ke-4? Entahlah…

Para magician mengatakan sulap itu seni. Seni untuk menghibur. Seni sulap adalah campuran dari berbagai seni. Ada seni akting, musik, tari, seni manipulasi, dan lain-lain.

Iya, tujuan sulap adalah untuk menghibur. Sama halnya dengan artis yang bermain sinetron atau film. Mereka berakting (mereka beraksi seolah hal itu benar-benar terjadi), dan terkadang kita lupa itu hanya film. Adakalanya penonton hanyut terbawa cerita film (ikut sedih, menangis, geram, marah, dan benci pada aktor pemeran antagonis). Padahal jelas-jelas itu hanya “sandiwara” bukan kejadian sebenarnya.

Begitu bencinya penonton pada pemeran antagonis atau penonton yang mengira pesulap memang benar-benar punya kemampuan luar biasa (padahal hanya trik sulap) adalah indikasi keberhasilan artis dan pesulap.

Padanan kata “magic” dalam bahasa Indonesia adalah SULAP, secara tidak langsung menjelaskan apa itu sulap. Kata SULAP jika urutan hurufnya diubah dapat membentuk kata PALSU. Dalam atraksi sulap, apa  yang Anda lihat itu “palsu” (itu hanyalah sebuah ilusi yang terlihat seolah membalikkan segala hal normal). Apa yang mustahil dilakukan orang awam, bisa dilakukan pesulap. Memang begitulah tugas pesulap, melakukan hal yang mustahil untuk menghibur.

Mari berpikir logis

Bagi Anda yang masih berpikir bahwa sulap itu adalah sebuah kejadian nyata (bukan trik), Anda harus lebih banyak membaca atau mencari tahu tentang sulap.

Andai pesulap bisa mengubah kertas yang dilipat menjadi uang, kok pesulap mau tampil di TV atau ada pesulap yang tampil di kaki lima demi uang yang tidak seberapa? Mengapa ia tidak ambil kertas dari tempat sampah, lalu di rumah, dilipat-lipat sambil menyebut sim salabim, kertas itu berubah jadi uang.

Buat apa harus kerja (tampil) ke sana kemari? Bukankah tujuan pesulap tampil di acara launching produk, acara reuni, pesta pernikahan, ulang tahun, dan sebagainya untuk mencari uang? Bukankah lebih enak duduk di rumah lalu mengubah kertas menjadi uang (jika pesulap memang benar-benar bisa melakukan itu). Bener nggak?

Sulap untuk Dhamma

Penulis pernah membuat group WA dengan nama Buddhist Magician. Sayangnya group ini akhirnya vakum. Anggotanya hanya 3 orang. Maksud hati group ini sebagai ajang berkumpulnya pesulap Buddhis (dari yang hanya sekadar hobi sampai yang profesional) untuk berdiskusi.

Ada rencana menggunakan sulap ini sebagai selingan atau jadi sarana dalam membabarkan Dhamma untuk anak Sekolah Minggu Buddhis (SMB).

Menurut penulis, untuk menyampaikan Dhamma kepada anak SMB, pembina SMB harus kreatif agar anak-anak tertarik dan tidak mudah bosan. Banyak cara yang dapat dilakukan agar materi Dhamma tidak membosankan. Bisa dengan story telling, menonton film berunsur Dhamma, menyanyi lagu Buddhis, aneka jenis permainan, termasuk menggunakan sulap.

Mungkin suatu saat Buddhis yang bisa sulap dapat menyumbangkan kemampuannya untuk menyampaikan Dhamma buat anak SMB. Tapi sebelum itu terjadi, yang terlintas dalam benak penulis: “Banyakkah yang kontra jika trik sulap (terkadang menggunakan kartu remi) sebagai media penyampaian Dhamma?

Apakah Anda setuju jika sulap digunakan sebagai media pembabaran Dhamma? Tulisan pendapat Anda di kolom komentar.

Ilustrasi: Agung Wijaya

Hendry Filcozwei Jan

Suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Hendry F. Jan

Hendry Filcozwei Jan adalah suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.

Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

http://www.vihara.blogspot.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *