• Monday, 12 June 2017
  • BuddhaZine
  • 0

Lahir di Pasuruan, 18 September 1943. Lulus kedokteran tahun 1979 di Universitas Pajajaran. Pernah menjadi Samanera Rahula Vidyasurya pada tahun 1969, ditahbiskan Ashin Jinnarakhita. Tahun 1971-1973, menjadi Bhikkhu Suddhiyano dengan Upajjaya Somdet Phra Nyanasamvara di Thailand. Ia merupakan adik ipar Wakil Perdana Menteri Subandrio. Orang penting, kepercayaan Presiden Sukarno.

Ia adalah salah satu perintis berdirinya Mapanbudhi (sekarang Magabudhi). Majelis yang pada tanggal 1 Januari 1965 masih bernama “Buddhis Indonesia”, dengan Mbah Guru (Pandita T. Hadidarsana), sebagai salah satu pendirinya di Vihara Tanah Putih Semarang. Ia aktif mengajar meditasi keliling Indonesia, dalam program Meditasi Mengenal Diri (MMD). Salah satunya di Vihara Buddhagaya Watu Gong.

Ia mangkat pada pukul 17.35 WIB, Jumat Kliwon, 9 Juni 2017 di RSU Budi Asih, Cawang, Jakarta Timur, dan dimakamkan pada Sabtu (10 Juni 2017) di Tanah Kusir Blok A1. Sebelum mengembuskan napas terakhir, Romo Hudoyo Hupudio sempat dirawat di ruang observasi selama tiga malam akibat serangan stroke.

Auto Immune

Sebetulnya, kurang lebih sejak 2011 Romo Hudoyo Hupudio sudah menderita penyakit auto immune langka yang tidak ada obatnya. Penyakit ini menyerang persendian, kulit, mata, dan telinga. Berangsur-angsur kemampuan Romo Hudoyo untuk berjalan atau duduk berkurang. Pendengaran dan penglihatan Romo Hudoyo juga semakin memburuk.

Meski tak pernah menyembunyikan fakta tentang penyakitnya kepada orang yang bertanya, Romo Hudoyo nyaris tidak pernah mengeluhkan sakitnya. Seseorang yang sehari-hari turut merawat Romo Hudoyo bertutur bahwa bapak tidak pernah sambat. Kalau ditanya bagian tubuh mana yang sakit, bapak menjawab lirih semuanya sakit. Tapi bapak lalu bilang tak nikmati wae (aku nikmati saja).

Sejak jauh hari sebelum terganggu oleh penyakit itu, Romo Hudoyo aktif membimbing meditasi dengan peserta lintas agama lewat kegiatan bernama Meditasi Mengenal Diri (MMD). Selain membimbing meditasi melalui beberapa milis, SMS, forum grup diskusi di internet, Kaskus, dan belakangan melalui Facebook, Romo Hudoyo juga menyelenggarakan retret meditasi dengan durasi tiga hari di akhir pekan atau seminggu.

Seiring meluasnya peminat MMD, retret gratis (kecuali biaya sewa tempat dan makanan jika diperlukan) yang semula hanya diselenggarakan di kawasan Puncak di Jawa Barat berkembang menjadi jadwal yang rutin ke Mendut dan Semarang di Jawa Tengah, Singaraja di Bali, dan Samarinda di Kalimantan Timur. Secara insidentil, Romo Hudoyo juga kerap diundang membimbing meditasi beberapa lokasi lain.

Meski bimbingan meditasi oleh Romo Hudoyo sangat dekat dengan tradisi meditasi vipassanna, peminat dan peserta retret MMD berasal dari kalangan luas dengan latar belakang agama, kepercayaan, sosial ekonomi, suku, ras, bahkan kewarganegaraan yang beragam. Sayang sekali jadwal retret MMD harus berakhir setelah kondisi tubuh Romo Hudoyo tidak memungkinkan lagi untuk membimbing secara langsung.

Kini Romo Hudoyo telah memasuki tahap baru dari sebuah proses hidup yang alami. Sebuah proses yang akan kita hadapi pula, sendirian, tanpa sanak kadang, tanpa kekasih, tanpa kawan, serta tanpa guru: kematian.

Selamat Jalan. Terimakasih Romo Hudoyo Hupudio.

Sungkem (dari berbagai sumber)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *