• Monday, 13 May 2019
  • Hartini
  • 0

Tulisan ini disusun oleh Mettamorphsis, seorang penganut Katolik yang berlatar belakang pengajar, ia mengajar Dharma setelah melewati fase sakit yang serius dan lama. Ia hidup di Liverpool, Inggris dan mengembangkan meditasi setiap hari.

Saya akan bercerita sedikit, saya telah mulai berpuasa selama sekitar 12 tahun hingga saat ini, dalam kenyataannya lebih lama dibanding waktu saya mempraktikkan meditasi. Saya sesungguhnya mengeksplorasi tentang puasa setelah pulih dari penyakit serius yang sudah saya derita selama bertahun-tahun dan sudah menempuh segala macam pengobatan.

Tata cara puasa pertama yang saya ikuti sungguh seperti neraka di bumi, setidaknya sebutlah demikian. Saya menghabiskan kebanyakan dari tiga hari pertama di kamar mandi untuk mengeluarkan apa pun yang siap dilepaskan oleh tubuh saya. Ketika akhirnya tidak ada lagi yang tertinggal untuk dikeluarkan, saya berpindah ke sofa, gemetar oleh rasa dingin dan sakit kepala yang demikian menyakitkan hingga saya kira otak saya akan meledak.

Pemikiran yang segar yang diperoleh dari pengendalian diri telah membawa tingkat baru dalam kreatifitas dan harapan yang belum pernah saya alami selama bertahun-tahun. Tidaklah mengejutkan untuk menemukan begitu banyak sosok terkenal dalam sejarah yang juga berpuasa: Buddha, Yesus, Hippocrates, Aristoteles, Plato, Paracelsus, dan Abraham Lincoln, bisa disebut sebagai contoh tetapi masih ada banyak lagi lainnya.

Jadi, saya bersikeras tiga kali dalam setahun demi alasan kesehatan, hingga saya mengikuti kursus meditasi Vipassana selama 10 hari saya yang pertama, 10 tahun yang lalu. Jika Anda tidak mengikuti yang seperti itu, maka para siswa dianjurkan untuk berhenti makan setelah pukul 11 siang untuk memperdalam latihan mereka. Buah tersedia sebagai penyeimbang bagi para siswa yang baru ikut pertama kali, tetapi siswa yang sudah mengulang hanya boleh mengonsumsi air lemon hangat.

Sejujurnya saya beranggapan bahwa kursus Vipassana pertama saya lebih lembut dibandingkan pengalaman dari kebanyakan siswa yang datang pertama kali, merujuk pada kenyataan sederhana bahwa – dan kemudian – tubuh saya bisa menerima puasa.

Duduk-duduk di rumah dengan duduk bermeditasi memang mirip, dalam hal tidak ada dua kali yang pernah sama, bahkan jika keseluruhan formatnya sama. Beberapa terasa sedih, beberapa jenaka, beberapa marah, beberapa luar biasa mendalam, dan beberapa halus secara sangat mengejutkan.

Ada banyak buku bagus tentang puasa; favorit saya adalah karya Stephen Buhner yang berjudul Daya Transformasi dari Berpuasa (The Transformational Power of Fasting), yang mengeksplorasi tentang sisi ilmiah dan spiritual dari praktek berpuasa. Dalam kata-kata Stephen Buhner sendiri:

Selama berpuasa kita melawan semua ketakutan paling mendasar kita dalam hal cinta, keintiman, penyerahan, dan pertahanan hidup. Kita sering menemukan bahwa makanan merupakan sebuah selubung, yang di bawahnya kita menyembunyikan kepercayaan dan ketakutan kita yang paling mendasar. 

Dalam tingkatan fisik, ia membebaskan semua waktu yang biasanya saya habiskan untuk merencanakan, berbelanja, menyiapkan, dan mencernakan makanan. Pada tingkat mental, sesuatu yang senada juga terjadi, itu adalah waktu untuk memberikan pikiran saya waktu istirahat dan saya secara alamiah ingin lebih banyak bermeditasi.

Saat saya duduk dengan perubahan kepedulian batin pada saat menjelang Paskah, saya merasa terilhami oleh guru spiritual Matt Kahn untuk menambahkan sebuah pilihan pada latihan cinta kasih (metta) saya yang biasanya, dengan cara memberkati semua yang melakukan pelanggaran/bersalah terhadap saya, dengan apa yang saya butuhkan pada saat saya sedang terluka.

Meskipun pendekatan Matt bersifat tidak ditujukan pada kelompok tertentu, pemberkatannya dalam “ulangi setelah saya” adalah metta yang murni. Beberapa contoh dari hal ini adalah sebagai berikut:

Semoga mereka yang menyakiti saya diberkahi dengan kebahagiaan.

Semoga mereka yang menghakimi saya sepenuhnya diterima sebagaimana adanya mereka.

Semoga mereka yang membahayakan saya hidup dalam keadaan aman.

Semoga semua yang mengkhianati saya menemukan hubungan yang menyenangkan sesuai harapan.

Semoga semua yang mengambil dari saya memiliki lebih dari apa pernah yang mereka inginkan.

Saat pertama kali saya memulainya, peristiwa dan orang yang spesifik muncul dalam benak saya, yang berasal dari sejarah kehidupan saya sendiri. Bagaimanapun, sangat mengejutkan betapa cepatnya sosoknya berubah menjadi universal: segera saya menemukan diri saya memberkati sosok-sosok dunia yang sekarang maupun yang menyejarah yang telah melakukan kesalahan terhadap semua makhluk hidup.

Selanjutnya hal itu berevolusi menjadi pemberkatan terhadap semua yang, saya pernah bersalah terhadap mereka, dengan metta yang sama-sama kita butuhkan pada saat tersebut. Untuk merubah bentuk dari doa Yesus yang memohon pengampunan di atas kayu salib, Bapa, ampuni mereka, karena mereka tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan:

Metta memaafkan kita semua karena tidak mengetahui apa yang sedang kita lakukan.

Disarikan dari Buddhistdoor.net

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *