• Monday, 3 February 2020
  • Ngasiran
  • 0

Nyadran adalah sebentuk pelangi indah, ia menggurat angkasa dengan buliran cahaya doa untuk para leluhur ataupun sanak keluarga yang telah tiada.

Dalam bahasa orang tua zaman dahulu diistilahkan dengan kalamarga, yang telah tiada tak lagi kasat mata namun mereka bisa merasakan apa yang kita persembahkan. Sebagaimana sifat dari kasih sayang tak mengenal batas, ia mirip harum bunga yang menjadi sesajian saat masyarakat membersihkan pusara.

Dalam proses Nyadran, persembahan paling mengagumkan untuk para leluhur adalah masyarakat yang hidup dalam kerukunan, saling tolong menolong, dan keharmonisan sebuah tata hidup yang didasari oleh tata nilai filosofi. Mikul dhuwur mendhem jero, memuliakan para leluhur dan senantiasa hanya mengingat kebaikan orang yang telah tiada.

Zaman akan terus berubah, masyarakat yang melupakan sangkan paraning dumadi, akan menjadi sebuah masyarakat yang kehilangan identitas dirinya

Berikut ini kompilasi 5 potret Nyadran Temanggung yang terekam melalui lensa Fadkus, seorang fotografer Temanggung.

1. Nyadran Kerukunan Kalimanggis Kaloran Temanggung

Merupakan prosesi tahunan yang diselenggarakan oleh masyarakat Kalimanggis dari berbagai lintas agama untuk melakukan doa bersama.

2. Nyadran Keberagaman Rowoseneng Kandangan Temanggung

Rowoseneng adalah pusat pertapaan agama Nasrani sehingga banyak warga yang memang beragama Katolik. Nyadran di sini dilakukan lintas agama dengan prosesi bersamaan yang saling bergantian dalam berdoa, tetapi acara makan bersama tetap dilakukan bersamaan.

3. Nyadran Jambon Bulu Temanggung

Di pinggiran Kota Temanggung, tepatnya di Desa Jambon Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung, masih terjaga sebuah tradisi yang sangat menjunjung semangat kebersamaan yang bernama Nyadran Tenong.

Dalam balutan keunikan tradisi ini, semangat mereka kembali disatukan meski hanya sekali dalam setahun, yaitu di bulan menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini diikuti oleh seluruh warga desa dan juga yang dalam perantauan, mereka menyempatkan hadir untuk bisa berkumpul dalam tradisi Nyadran Tenong ini.

Saat Nyadran Tenong, warga membawa ‘tenong’ yang berisi jajanan pasar, nasi tumpeng putih lengkap dengan ingkung ayam dan sayurnya. Tenong-tenong tersebut dikumpulkan di makam desa setempat; tempat para leluhur mereka disemayamkan.

Meriah tetapi khusyuk, itulah gambaran setelah seluruh warga desa berkumpul, menunggu sesepuh desa memimpin upacara, hingga selesai nantinya. Warga khusyuk berdoa sebagai wujud syukur atas nikmat, berkah, dan keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa.

4. Nyadran 1800 Tenong Kembangsari Kandangan Temanggung

Berbeda dengan tempat lain di sini Nyadran dengan tenong merupakan ciri khas desa sehingga semua warga harus membawa tenong yang berjumlah 1800 buah sesuai jumlah kepala keluarga di desa ini.

5. Nyadran Kupat 1000 Ngemplak Kandangan Temanggung

Nyadran ini dilakukan di sumber air desa setempat, seluruh masyarakat yang datang membawa kupat lauk dan jajanan pasar, setelah berdoa bersama dilanjutkan dengan menyantap bersama seluruh makan yang telah dibawa. Jumlah kupat harus 1000 buah, Maksud tradisi ini agar semua masyarakat Desa Ngemplak selalu diberi kemudahan dalam bertani sehingga para penduduk memohon agar pada musim kemarau sumber air utama untuk desa mereka tidak kering. Acara ini juga dilanjutkan dengan tradisi membersihkan sumber air dan saluran air di sepanjang Desa Ngemplak.

Lembah dawuhan yang berada di atas pemukiman dan ladang persawahan Desa Ngemplak Kecamatan Kandangan di sebelah utara wilayah Temanggung, merupakan tempat dilangsungkanya tradisi tahunan merti desa menjelang musim tanam dan menghadapi musim kemarau. Di lembah ini terdapat sumber air yang aliran airnya mampu mencukupi kebutuhan air areal persawahan desa setempat bahkan hingga kemarau panjang tiba. Sumber air yang dialirkan melalui jaringan irigasi tradisional ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu yang merupakan warisan leluhur pendiri desa Ngemplak “Kyai Lenging”.

Dikisahkan oleh warga setempat bahwa Kyai Lenging membuat saluran air hanya seorang diri, mengali tanah dari lembah dawuhan untuk dialirkan ke areal persawahan miliknya. Setiap hari istri Kyai Lenging yaitu Nyi Lenging selalu menyiapkan satu buah ketupat sebagai bekal untuk membuat saluran. Satu persatu dari hari ke hari ketupat itulah yang dijadikan tanda waktu lamanya pembuatan saluran. Tepat pada hari ke seribu penggalian saluran yang dilakukan Kyai Lenging selesai dan sampai di areal sawahnya. Untuk menandai selesesainya pembuatan saluran irigasi itu Kyai Lenging menggelar pertunjukan wayang kulit sehari semalam.

*Fadkus, seorang fotografer andalan Indonesia. Hingga saat ini, pria kelahiran Magelang, 8 Agustus 1979 ini telah memenangi banyak perlombaan fotografi. Karya-karyanya telah membuatnya menaiki 55 podium penghargaan.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *