• Thursday, 9 July 2020
  • Ngasiran
  • 0

Asadha sering disebut sebagai munculnya Tri Ratna secara lengkap pada masa Guru Agung Buddha Gotama. Lengkaplah Tri Ratna yaitu, Permata Buddha, Permata Dhamma, dan Permata Sangha. “Tri Ratna inilah yang menjadi pangkal keyakinan segenap umat Buddha,” ujar Bhikkhu Sri Pannyavaro dalam uraian Dhamma pada perayaan Asadha 2564 B.E/2020 yang digelar secara virtual, Minggu (5/7).

Tri Ratna itulah yang menjadi pangkal perlindungan seluruh umat Buddha. Berlindung yang benar kepada Tri Ratna; Buddha, Dhamma, dan Sangha adalah berlindung yang didasari dengan kesadaran dan kebijaksanaan. Dengan begitu kita akan melihat empat kebenaran arya yang menjadi inti dari ajaran Buddha.

“Empat kebenaran arya itulah the heat of Buddha’s teaching. Itulah yang Guru Agung kita sebutkan sebagai segenggam daun,” jelas Bhante. Sangat banyak daun-daun berserakan di hutan tetapi, Guru Agung kita hanya memungut segenggam. Karena yang segenggam itulah yang berguna, yang diperlukan untuk membebaskan mahkluk-mahkluk dari penderitaan.

Empat kebenaran arya yang pertama, Guru Agung kita mengatakan bahwa kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, juga keinginan yang tidak tercapai adalah penderitaan. Dan apakah tujuan akhir Guru Agung kita membabarkan empat kebenaran arya? Apakah sekadar menjelaskan tentang penderitaan? Menurut Bhante tidak. Tujuan akhir dari Guru Agung kita adalah membebaskan kita, membebaskan mahkluk-mahkluk dari penderitaan.

“Sebagian orang berfikir alangkah bahagianya kita apabila terbebas dari penderitaan. Tentu mereka berfikir demikian, ‘kalau kami terbebas dari penderitaan kami tidak akan mengalami usia tua, karena usia tua adalah penderitaan.”

“Kami akan muda terus. Tentu kami tidak akan sakit lagi, karena sakit adalah penderitaan, kami akan sehat terus. Dan mereka juga berfikir, tentu kalau kami bebas dari penderitaan kami tidak akan meninggal dunia, kami akan hidup terus. Karena kematian disebutkan sebagai penderitaan.”

“Tidak benar Ibu, Bapak dan Saudara. Umur tua, sakit dan kematian adalah fenomena kehidupan yang bisa menjadikan penderitaan. Tetapi umur tua, sakit, dan kematian bukan sebab penderitaan. Guru Agung kita menjelaskan, yang harus dieliminir, yang harus dihapus sebenarnya adalah sebab penderitaan.”

“Kalau sebab penderitaan itu dilenyapkan maka, fenomena yang disebut sebagai penderitaan itu adalah sekedar fenomena kehidupan. Tidak lagi menjadi penderitaan.”

“Ibu, Bapak, dan Saudara dengan kalimat yang lain kalau seseorang, kalau kita bisa melenyapkan sebab penderitaan, seseorang itu pasti masih mengalami umur tua, sakit, kematian. Juga keinginan, keinginan atau rencana-rencana yang tidak tercapai. Tetapi umur tua, sakit, kematian, dan rencana yang tidak tercapai itu bagi mereka yang sudah menyelesaikan sebab penderitaan, bukan lagi menjadi penderitaan.”

“Umur tua sekadar perubahan, fenomena kehidupan ini yang terjadi dengan sendirinya. Sakit, kematian dan rencana-rencana yang tidak bisa tercapai adalah kosekwensi dari kehidupan ini. tidak harus menjadi penderitaan, manakala sebab penderitaan itu sudah diatasi,” terang Bhante Pannyavaro.

“Kemudian apakah yang menjadi sebab penderitaan? kalau usia tua, sakit, kematian dan rencana-rencana yang tidak tercapai bukanlah sebab penderitaan. Sebab penderitaan adalah keinginan (tanha) yang berkobar-kobar. Kalau sebab penderitaan ini diatasi, lenyaplah penderitaan itu. Fenomena kehidupan berjalan terus, tetapi penderitaan itu selesai.”

“Oleh karena itulah jangan mengikuti semua nafsu keinginan. Saring, seleksi dengan pertimbangan yang benar, yang jelas. Rencana itu harus baik, benar! Dan sesuai dengan kemampuan Anda. Bukan ambisi yang luar biasa. Kalau keinginan itu disaring, diseleksi, bahkan disederhanakan, tentu kegagalan akan menjadi sangat kecil. Meskipun demikian kegagalan suatu saat masih bisa terjadi.”

“Selain menyeleksi keinginan, selain menyeleksi semua rencana yang muncul dalam benak pikiran kita supaya rencana itu tidak menjadi liar, langkah yang lain adalah sikap untuk menerima perubahan. Pada saat kita sulit menyadari perubahan, dan sulit menerima perubahan, semua perubahan menjadi penderitaan.”

“Sebenarnya Ibu, Bapak, dan Saudara kematian adalah biasa, sangat biasa. Semua mahkluk mengalami kematian, tidak ada yang istimewa. Tetapi tidak adanya kesadaran untuk menerima kematian itulah kematian menjadi penderitaan.

“Apakah sakit, apakah umur tua, apakah rencana yang tidak tercapai sesuatu yang luar biasa? Tidak saudara! Tetapi sulit menerima usia tua, sulit menerima sakit, sulit menerima perubahan, membuat semuanya itu menjelma menjadi penderitaan,” Bhante menerangkan.

Bhante Pannyavaro memberikan contoh, “Sebelum ada wabah Covid-19 dari pagi sampai malam Saudara mempunyai kegiatan di luar rumah. Hampir setiap hari, sering juga pada hari-hari minggu dan hari libur. Sekarang saudara diminta untuk tinggal di rumah. Siapkah saudara menerima perubahan itu?”

“Kalau saudara tidak bisa menerima perubahan itu maka rumah saudara akan menjadi penderitaan. Ketegangan mental itulah penderitaan, karena Saudara sulit menerima perubahan. Mengapa Saudara sulit menerima perubahan? Nafsu keinginan yang melahirkan kemelekatan.”

“Saudara mempunyai handphone baru, belum lama kurang lebih satu, atau dua bulan. Hp yang harganya puluhan juta,” Bhante memberi contoh lain. Suatu saat tidak sengaja hp itu terjatuh dan masuk kedalam selokan, sulit untuk diambil. Andai kata terambil tidak mungkin bisa digunakan kembali.”

“Hp yang puluhan juta itu habis. Badan Saudara tidak tersakiti seculipun, tetapi Saudara menderita. Menderita karena saudara mempunyai kemelekatan saudara itu.”

“Andaikata hp yang terjatuh itu milik orang lain yang tidak Saudara kenal, saudara akan tenang seimbang. Saudara tidak menderita. Oleh karena itulah kehilangan bukan penderitaan, umur tua bukan penderitaan, sakit bukan penderitaan, perubahan bukan penderitaan manakala Saudara dengan kesadaran menerima perubahan,” tegas Bhante.

Pengertian perubahan memang tidak sulit untuk dimengerti, tetapi menerima perubahan bukan sesuatu yang mudah. Karena itu untuk agar bebas dari penderitaan, menurut Bhante yang harus dilakukan adalah;

Pertama Jangan berbuat buruk. Sebagai perumah tangga bermata pencaharian yang wajar, jangan membunuh, jangan menyakiti mahkluk lain, jangan menipu, jangan korupsi, jangan selingkuh, jangan menghina orang lain, jangan membohongi, jaga ucapan kita, jaga tulisan kita, jangan membiarkan kita dengan minum-minuman keras.“Tidak berperilaku buruk adalah salah satu cara untuk mengurangi nafsu keinginan,” jelas Bhante.

Kedua mempunyai ketengangan batin dengan melatih meditasi. “Duduklah (meditasi) minimal sekali setiap hari supaya batin kita menjadi tenang. Batin yang tenang akan mudah menyeleksi keinginan, batin yang tenang tidak akan mudah terseret dengan keinginan-keinginan yang tidak benar. Batin yang tenang, yang siap menerima perubahan itulah kebijaksanaan yang benar. Kebijaksanaan yang melihat empat kebenaran arya dengan kesadaran, Itulah berlindung yang benar, kepada Tri Ratna.”

“Dalam Dhammapada juga disebutkan, dengan kebijaksanaan yang benar dengan dilandasi kesadaran. Memeriksa semua keinginan dengan sati-sampajana, siap menerima perubahan itulah cara berlindung yang benar kepada Tri Ratna. Berlindung dengan cara itulah kita akan mendapat perlindungan dengan aman, dan berlindung dengan cara yang demikian, semua penderitaan akan lenyap,” terang Bhante.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *